KOMPAS.com - Penjelajahan benua Antartika terus dilakukan oleh para peneliti. Sejumlah robot akan diterjunkan ke dasar laut untuk mengetahui seberapa parah kerusakan lapisan es dan kenaikan permukaan air lautnya.
Perubahan iklim membuat permukaan air laut di bumi naik sehingga goa dan lembah di bawah laut mulai tersapu karena es yang mencair. Pertemuan arus hangat dan dingin juga membuat es retak dan terpecah sehingga hanyut terbawa arus.
Peneliti di Universitas Washington di Seattle menciptakan tujuh robot bawah laut yang akan diterjunkan ke Antartika selama setahun. Dalam kurun waktu itu, robot ini memiliki misi untuk memeriksa kondisi Lapisan Es Pulau Pinus yang memiliki luas sekitar 50 mil persegi.
Ketujuh robot itu akan menggali lebih detail kondisi dan memperkirakan masa depan lapisan es di wilayah itu, termasuk prediksi kenaikan permukaan air laut.
Baca juga : Dua Bakteri Super dari Antartika Ini Mengubah Cara Kita Mencari Alien
Para peneliti berkata bahwa perubahan kondisi es di Lapisan Es Pulau Pinus sangat sulit dipantau, dan rumus fisikanya sangat rumit untuk mengetahui secara akurat perubahan yang terjadi.
Selama 40 tahun terakhir, kecepatan es meleleh di Pine Island Ice Shelf telah meningkat hampir 75%. Jika satu lapisan ini mencair, maka setiap kota pesisir di planet Bumi akan kebanjiran.
Satu-satunya cara untuk mengukur suhu, tekanan, kimia air, dan turbulensi secara akurat adalah dengan menerjunkan pesawat tak berawak ke dalam air di bawah lapisan es.
"Kami telah mengetahui selama sekitar 40 tahun bahwa lapisan es secara intrinsik tidak stabil. Tapi kita tidak benar-benar memahami variabilitas sistem ini, apalagi bagaimana mereka bereaksi terhadap kekuatan eksternal yang signifikan, misalnya seperti pemanasan suhu laut," kata Knut Christianson, ahli glasiologi dan pemimpin U.W.’s Future of Ice Initiative, seperti dikutip dari Futurism, Senin (1/1/2018).
Sebenarnya, para peneliti sudah pernah mengirim sebuah robot dasar laut, tetapi hasilnya tidak maksimal. Pasalnya, waktu yang ada terlalu singkat dan pengamatan hanya melalui lobang kecil di lapisan es yang dibor. Akibatnya, datanya tidak terlalu akurat untuk menjelaskan kondisi umum pencairan es di benua Antartika.
Baca Juga: Ditemukan, Gua di Antartika yang Hangatnya bagai Sauna
Belajar dari kesalahan tersebut, robot yang akan diterjunkan dibuat lebih canggih dan dilengkapi dengan tiga seaglider, sebuah drone dengan bolang baling otomatis, dan empat floking drifting untuk menjalankan misi prestisius tersebut.
Kemudian, robot akan berenang dengan "sayap" mekaniknya dan untuk masalah navigasi, akan dipercayakan pada triangulasi tiga pelampung sonik di sisinya.
Tidak hanya itu, sebuah satelit di atas Antartika akan mengirimkan instruksi dan mengirim balik data dari misinya.
Akan tetapi, robot canggih tersebut juga memiliki kelemahan. Alat pelampungnya kurang maksimal untuk manuver di dasar laut, dan hanya bisa bergerak naik turun dengan menyesuaikan daya apung. Hal ini membuat mereka rentan terhadap arus laut.
Para peneliti berharap agar hasil pengamatan dapat secara drastis memperbaiki pemahaman terkini tentang kenaikan permukaan air laut dan memprediksi pencairan es di masa depan secara lebih akurat.
Oleh karena itu, mereka pun berharap agar robot penyelam ini bisa bertahan dalam perjalanan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.