Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/11/2017, 18:08 WIB
Monika Novena,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com — Meski kita semua tidak berharap kejadian ini akan terulang di masa depan, peneliti punya prediksi mengenai dampak yang akan terjadi jika Gunung Tambora meletus.

Sejarah mencatat kalau erupsi Tambora pada tahun 1815 menjadi salah satu letusan gunung berapi terdahsyat. Dampaknya hingga belahan bumi lain dan memicu "tahun tanpa musim panas" pada tahun 1816.

Kejadian ini memicu gagal panen dan penyakit yang meluas, membuat lebih dari 100.000 kematian di seluruh dunia.

Nah, jika letusan terjadi pada tahun 2085, National Center for Atmospheric Research (NCAR) memprediksi dampaknya akan lebih dahsyat dari sebelumnya.

Baca juga : Letusan Gunung Agung Bisa Menghasilkan Tanah Tersubur di Dunia

Suhu akan turun drastis, siklus air terganggu, serta mengurangi jumlah curah hujan yang turun secara global.

Alasan perbedaan efek yang terjadi pada tahun 1815 dan 2085 terkait dengan lautan yang diperkirakan akan menjadi lebih bertingkat karena planet ini menghangat, dan oleh karena itu kurang mampu mengatasi dampak iklim yang diakibatkan oleh letusan gunung berapi.

"Kami menemukan bahwa lautan mempunyai peran penting dalam mengatasi, dan memperpanjang pendinginan permukaan yang disebabkan oleh letusan 1815," kata John Fasullo, peneliti NCAR seperti dikutip dari Phys, Selasa (31/10/2017).

Saat meletus, Gunung Tambora memuntahkan sejumlah besar sulfur dioksida ke atmosfer yang kemudian berubah menjadi partikel sulfat yang disebut aerosol.

Baca juga : Letusan Sileri Pernah Jadi Sumber Tragedi, Renggut 117 Nyawa pada 1944

Saat aerosol mulai menghalangi sebagian panas matahari, terjadi proses pendinginan. Di saat yang sama, lautan berfungsi sebagai penyeimbang penting untuk mengurai efek letusan.

Seiring permukaan lautan mendingin, air yang lebih dingin turun dan bercampur dengan air yang lebih hangat dan melepaskan lebih banyak panas ke atmosfer.

Namun, hal berbeda terjadi jika Tambora meletus pada tahun 2085. Peneliti berkata jika kemampuan laut untuk membantu mengatur proses pendinginan akan berkurang.

Ini karena suhu laut semakin bertingkat, suhu di laut bagian atas tidak menembus ke kedalaman seefisien pada tahun 1815. Dengan kata lain, air dingin akan terperangkap di permukaan laut daripada bersirkulasi ke tingkat yang lebih dalam.

Baca juga : Status Gunung Agung Turun, Apakah Berarti Batal Meletus?

Akibatnya, pendinginan terjadi 40 persen lebih lama dan lebih parah dibandingkan tahun 1815. Bahkan, bisa berlangsung hingga beberapa tahun.

Suhu permukaan laut yang dingin akibat erupsi juga mencegah penguapan. Ini berarti, selain penurunan suhu yang drastis, manusia juga bisa menghadapi kekeringan parah di tahun-tahun setelah letusan gunung berapi besar karena hujan tidak turun.

Temuan mengenai dampak letusan Tambora dilakukan dengan menggunakan dua simulasi dari Community Earth System Model. Simulasi pertama mensimulasikan iklim Bumi dari tahun 850 hingga 2005, termasuk erupsi vulkanik yang terjadi dalam sejarah.

Kedua, mensimulasikan iklim Bumi yang menghasilkan hipotesis meletuskan Gunung Tambora pada tahun 2085.

"Penelitian ini memberikan persepektif bagaimana di masa depan iklim bisa berpengaruh pada letusan gunung berapi," kata Otto-Bliesner, peneliti lain yang terlibat dalam studi ini.

Penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal Nature Communications.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau