KOMPAS.com — Rentetan aktivitas gempa yang menggunacang Ambon sejak semalam hingga hari ini (1/11/2017) menyebabkan kerusakan pada bangunan fasilitis publik, seperti mal dan bandara.
Tidak ditemukan korban jiwa dari peristiwa ini. Tidak mengherankan jika warga Ambon panik dengan guncangan yang terus berlangsung.
Daryono, Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, mengungkapkan, aktivitas gempa yang terjadi secara beruntun sebelum dan sesudah terjadi gempa utama semacam ini dalam ilmu gempa merupakan hal biasa.
BACA: Teki-teki Terpecahkan, Purnama Memang Bisa Memicu Gempa
Dia menjelaskan, dalam ilmu gempa bumi (seismologi) ada tiga tipe gempa.
Gempa tipe 1 dicirikan dengan terjadinya gempa utama (main shock), tanpa ada gempa pendahuluan (foreshocks), yang selanjutnya diikuti serangkaian gempa susulan (aftershocks).
Gempa tipe 2 dicirikan dengan terjadinya serangkaian aktivitas gempa pendahuluan, kemudian terjadi gempa utama, selanjutnya diikuti gempa susulan.
Gempa tipe 3 dicirikan dengan rentetan aktivitas gempa berkekuatan kecil yang terjadi secara terus-menerus dalam rentang waktu tertentu, tanpa ada gempa paling kuat sebagai gempa utama.
"Fenomena semacam ini (yang terjadi di Ambon) dikenal sebagai aktivitas swarm," ujar Daryono.
Menilik konsep tiga tipe gempa di atas, gempa bumi yang terjadi di Ambon merupakan cerminan dari aktivitas gempa tipe 2.
"Sehingga wajar jika warga panik karena diguncang tiga kali gempa sebelum terjadi gempa utama Magnitudo 6,0," lanjutnya.
Selama ini di wilayah Indonesia memang tidak banyak aktivitas gempa tipe 2. Hal ini menyebabkan banyak yang menilai bahwa gempa Ambon merupakan fenomena unik dan langka.
"Dilihat sebarannya, nilai magnitudonya tampak bahwa tren besaran magnitudo sudah mengecil dan frekuensi kejadiannya pun terus menurun," ujarnya.
Baca Juga: Mengapa Orang Yunani Kuno Sengaja Bangun Kuil di Lokasi Gempa?
Ambon secara tektonik memang rawan gempa
Tataan tektonik menunjukkan bahwa Ambon dan Pulau Seram diapit dua sumber gempa utama.