KOMPAS.com – Konstipasi adalah salah satu gangguan saluran cerna yang kerap dialami anak-anak. Hal ini terjadi karena beberapa hal, seperti perubahan pola makan dan kurangnya serat.
“Konstipasi terjadi apabila anak BAB kurang dari 2 kali dalam seminggu,” tutur Dokter Spesialis Anak sekaligus Konsultan Gastroenterologi Hepatologi Anak di RS Pondok Indah Bintaro Jaya, dr Frieda Handayani K.,Sp.A(K) saat media gathering RSPI di Jakarta, Kamis (27/2/2020).
Baca juga: Kenali 7 Gangguan Saluran Cerna pada Anak
Anak juga mengidap konstipasi apabila ia mengejan dan kesakitan dalam mengeluarkan tinja. Selain itu, tinja yang dikeluarkan keras dan bulat.
“Biasanya kalau sudah begini, anak trauma dan kesakitan (saat mengeluarkan tinja). Tidak mau lagi pup. Tentu semakin bahaya, karena semakin lama tinja semakin menumpuk,” tambah Frieda.
Frieda mengatakan bahwa terdapat tiga langkah tata laksana konstipasi. Pertama adalah clean-out treatment atau evakuasi tinja.
“Evakuasi tinja dilakukan menggunakan obat pelicin, tentunya usai konsultasi dengan Dokter Spesialis Anak dan dosisnya disesuaikan dengan umur anak,” lanjutnya.
Penting bagi anak untuk evakuasi tinja karena tinja yang tidak dikeluarkan lama-kelamaan akan menumpuk, sehingga semakin dibiarkan akan semakin parah.
Baca juga: Konstipasi Lebih Sering Mengancam Wanita
Tata laksana kedua dalam konstipasi anak adalah pemberian obat rumatan. Frieda menyebutkan, obat rumatan diminum setiap hari.
“Obat rumatan diminum setiap hari, tidak berbahaya untuk anak. Selain itu anak juga harus dipijat perut dan toilet training,” lanjutnya.
Tata laksana ketiga adalah menentukan penyebabnya. Hal ini hanya bisa dilakukan apabila orangtua berkonsultasi dengan Dokter Spesialis Anak.
Konstipasi bukanlah gangguan saluran cerna yang terjadi satu kali. Frieda menyebutkan, jika anak pernah terkena konstipasi, maka kemungkinan besar ia akan mengalami konstipasi lagi di kemudian hari.
“Konstipasi sangat bisa berulang, biasanya 3-6 bulan setelah konstipasi sebelumnya. Oleh karena itu perlu di-maintain dengan obat rumatan, dan menerapkan pikiran positif agar si anak tidak trauma,” lanjut ia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.