KOMPAS.com – Saluran cerna yang sehat mampu mencerna dan menyerap makanan, motilitas, fungsi imun, dan keseimbangan mikrobiota. Saluran cerna memiliki ratusan juta sel saraf, dan mempunyai peran penting pada sistem pertahanan tubuh.
Dokter Spesialis Anak sekaligus Konsultan Gastroenterologi Hepatologi Anak di RS Pondok Indah Bintaro Jaya, dr Frieda Handayani K.,Sp.A(K) mengatakan sedikitnya ada 7 jenis gangguan saluran cerna yang kerap dirasakan oleh anak usia sekolah.
Berikut daftarnya seperti dijelaskan pada media gathering RSPI di Jakarta, Kamis (27/2/2020).
1. Diare
Diare terjadi ketika frekuensi BAB bertanbah dari biasanya, yakni lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi tinja cair.
“Sebanyak 50-60 persen diare disebabkan oleh rotavirus. Selebihnya karena alergi dan gangguan kekebalan tubuh,” tutur Frieda.
Baca juga: Waspada Diare Menyerang Saat Musim Hujan, Begini Penanganannya...
Diare juga menjadi penyebab dehidrasi, dengan intensitas ringan-sedang dan dehidrasi berat.
World Health Organization (WHO) mncanangkan lima cara untuk menangani diare.
“Pertama, tetap diberi makanan atau ASI dua jam sekali. Porsinya sedikit dengan frekuensi sering,” tutur Frieda.
Kedua, diberikan suplemen zinc selama 10 hari untuk menguatkan saluran cerna. Ketiga, diberikan oralit. Keempat, antibiotik selektif yang diberikan dengan petunjuk dokter. Kelima, nasihat agar tidak terjadi lagi kasus yang sama.
2. Konstipasi
Frieda menyebutkan, konstipasi terjadi apabila terjadi perubahan pola makan di lingkungan sehari-hari. Konstipasi bisa jadi sangat traumatis bagi anak karena anak kerap kesakitan saat mengeluarkan tinja.
Tata laksana konstipasi terdiri dari tga fase yaitu clean-out treatment, obat rumatan/ pijat perut/ toilet training, dan konsultasi ke dokter spesialis anak.
Baca juga: Konstipasi Lebih Sering Mengancam Wanita
“Clean-out treatment atau evakuasi tinja, berarti mengeluarkan tinja dengan obat pelicin yang direkomendasi oleh dokter,” tutur Frieda.
Kemudian obat rumatan adalah obat yang diminum setiap hari, tidak berbahaya bagi anak. Obat ini juga diberikan usai konsultasi dengan dokter.
3. Refluks Gastroesofageal (GERD)
GERD juga bisa terjadi pada bayi dan anak-anak. Pada bayi, GERD terjadi karena otot pada ujung kerongkongan belum cukup kuat. GERD pada anak terjadi karena tekanan dari bawah kerongkongan atau otot kerongkongan yang melemah.
“Pikirkan kemungkinan adanya intoleransi makanan. Mungkin juga anak kurang aktivitas fisik,” tutur Frieda.
Baca juga: GERD, dari Penyebab, Gejala hingga Penanganan
Ada beberapa cara menangani anak yang terkena GERD. Pertama, tinggikan kepala anak. Posisi kepala harus tegak 2 jam setelah makan. Kemudian, anak harus diberi makan dalam porsi sedikit dengan frekuensi sering.
Jangan beri anak terlalu banyak makan. Batasi minuman bersoda, makanan berlemak dan gorengan, serta kafein. Terakhir, olahraga teratur.
4. Intoleransi laktosa
Intoleransi laktosa merupakan gejala yang ditimbulkan akibat terlalu banyak produk susu. Perlu dicatat, tiap anak memiliki toleransi berbeda-beda terhadap laktosa.
Intoleransi laktosa memiliki gejala antara lain diare, kembung, nyeri perut, muntah, sering flatus, merah di sekitar anus, dan tinja berbau asam.
Jika timbul gejala-gejala tersebut, hentikan dulu konsumsi laktosa terutama produk susu.
5. Appendisitis (radang usus buntu)
Radang usus buntu memiliki gejala antara lain perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut kanan bawah, mual dan muntah, serta anoreksia.
“Usus buntu juga ditandai dengan adanya nyeri di perut kanan bawah, nyeri lepas, dan demam di atas 37,5 derajat Celcius,” tutur Frieda.
6. Gastritis (radang lambung)
Lambung mengeluarkan asam lambung (HCI) yang berguna untuk mematikan bakteri yang masuk melalui mulut. Selaput lendir lambung didesain tahan asam.
Ada keseimbangan antara faktor pelindung (protektor) dan faktor penyerang (agresor). Jika agresor lebih unggul, terjadilah penyakit radang lambung.
Beberapa faktor protektor antara lain pelapis lambung, zat bikarbonat yang bersifat basa, serta aliran darah ke lambung yang memberikan nutrisi pada lambung.
Baca juga: Apakah Asam Lambung Naik Bisa Memicu Serangan Jantung?
Beberapa faktor agresor antara lain obat penurun panas yang bisa mengikis selaput lendir, serta infeksi bakteri Helicobacter pylori yang hidup di bawah selaput lendir lambung.
Faktor agresor lainnya yaitu infeksi berat, radang otak atau luka bakar yang hebat, stress, serta makanan yang terlalu pedas, berlemak, dan berbumbu.
Gastritis bisa ditangani dengan obat yaitu antasida, ranitidin, juga PPI sesuai dengan anjuran dokter. Selain itu, perlu dilakukan modifikasi diet dan perilaku serta gaya hidup.
7. Irritable Bowel Syndrome
Irritable Bowel Syndrome bisa berupa diare, atau konstipasi. Dinding dalam otot saluran cerna bereaksi berlebih terhadap stimulan ringan seperti produk susu dan stress emosional, sehingga menyebabkan spasme atau kram.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.