Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

238 WNI di Natuna, Karantina Jadi Upaya Perangi Wabah sejak Abad ke-14

Kompas.com - 04/02/2020, 10:58 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor

KOMPAS.com - Minggu (2/2/2020), sebanyak 238 WNI tiba di Indonesia. Mereka tidak langsung dipulangkan ke daerah masing-masing, tapi harus dikarantina dulu selama 14 hari di Natuna.

Hal ini seperti dilakukan banyak negara Barat. Mereka juga mengkarantina warga yang kembali dari Wuhan, China, selama dua minggu.

Di provinsi Hubei, China - kawasan yang paling banyak terinfeksi - ada belasan kota diisolasi untuk mencegah penyebaran lebih lanjut virus corona.

Karantina telah lama digunakan untuk mencegah penyebaran penyakit.

Baca juga: WNI dari Wuhan Tiba di Batam, Terawan Sebut Persiapan Observasi Oke

Istilah karantina berasal dari contoh pertama yang dilakukan untuk metode isolasi.

Saat wabah yang dikenal dengan Black Death (Wabah Hitam) melanda Eropa pada Abad ke-14, Venesia, Italia menerapkan peraturan di mana kapal bisa berlabuh selama 40 hari sebelum para awak dan penumpang diizinkan untuk turun.

Wabah Hitam yang melanda Eropa dan Asia yang puncaknya terjadi di Eropa dari 1348 sampai 1351, menyebabkan sekitar 75 sampai 200 juta orang meninggal.

Masa tunggu ini dinamakan "quarantino", yang berasal dari kata Italia yang berarti 40.

"Tidak jelas dari mana konsep 40 hari ini berasal," kata Mark Harrison, profesor sejarah kedokteran dari Universitas Oxford.

Salah satu kemungkinan adalah dari acuan kitab Injil - di mana Yesus disebutkan menghabiskan waktu 40 hari dan 40 malam di alam.

Seiring dengan berjalannya waktu, masa karantina dipersingkat. Namun tetap merupakan kunci dalam upaya menekan penyebaran penyakit di seluruh dunia.

Di Inggris, salah satu contoh adalah karantina yang diterapkan sendiri oleh desa Eyam selama Wabah Hitam di Inggris. Antara September hingga Desember 1665, 42 warga desa meninggal dunia.

Karantina di Inggris pada tahun 1666

Pada bulan Juni 1666, kepala desa yang baru Willliam Mompesson memutuskan desa itu perlu dikarantina.

Ia mengatakan kepada warga desa bahwa desa itu harus ditutup dan tidak boleh ada orang yang masuk atau keluar. Ia mengatakan penguasa daerah itu, Earl of Devonshire, menawarkan untuk mengirim makanan dan pasukan lain bila diperlukan selama karantina.

Kepala desa itu juga mengatakan kepada warga bahwa dia akan melakukan segala cara yang dapat dilakukan untuk membantu meringankan penderitaan warga dan bahwa dia akan tetap bersama mereka.

Pada bulan Agustus tahun 1666, warga desa yang meninggal mencapai puncaknya dengan jumlah lima atau enam setiap hari. Namun tidak ada yang melanggar aturan keluar dan masuk.

Pada bulan November, wabah tidak ada lagi di desa itu. Karantina berhasil.

Dewasa ini, sebagian besar karantina dijalankan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan.

"Karantina diterapkan tidak hanya berdasarkan kalkulasi medis - apakah langkah ini dapat menghentikan atau memperlambat penyebaran penyakit," kata Harrison.

"Langkah seperti karantina juga diambil untuk memenuhi permintaan negara-negara lain dan juga untuk meyakinkan warga negara yang bersangkutan sendiri," tambahnya.

Di San Francisco pada 1900, para imigran China dikarantina setelah seorang pria China ditemukan meninggal dunia di satu hotel.

Pria itu ternyata meninggal karena wabah. Polisi memasang kawat berduri di seputar kawasan pecinan.

Warga tidak diizinkan keluar atau masuk dan hanya polisi dan petugas kesehatan yang boleh melintas garis batas dengan kawat berduri itu.

Selama Perang Dunia I, sekitar 30.000 pekerja seks komersial dikarantina di tengah kekhawatiran meningkatnya penyakit menular seksual.

Mereka boleh keluar dari karantina begitu dipastikan mereka tidak mengidap penyakit seksual menular.

Harrison mengatakan epidemi Sars pada 2002-2003 menandani era baru pengontrolan penyakit menular.

Saat wabah terjadi, mereka yang tertular akan dikarantina.

Pemerintah China mengancam untuk mengeksekusi atau menghukum penjara siapapun yang melanggar karantina dan menyebarkan penyakit itu.

Wabah Sars memberikan pelajaran tentang pentingnya bekerja sama dengan negara-negara lain selama terjadi krisis kesehatan masyarakat.

Saat Sars menyebar dari China ke kota Toronto, Kanada, 44 orang meninggal dan beberapa ratus lainnya tertular.

Sekitar 7.000 orang di Kanada diisolasi untuk mencegah penyebaran Sars.

Baca juga: Bisakah Virus Corona Pada Anjing atau Kucing Menular ke Manusia?

"Selama wabah (Sars) melanda pada 2003 dan ketika mulai menyebar ke negara-negara lain, berbagai bentuk karantina diterapkan secara ekstensif. Penerapan langkah itu dianggap berguna dalam mencegah pandemi semakin parah," kata Harrison.

"Salah satu pelajaran yang dipetik adalah manfaat dari metode kuno kesehatan masyarakat," tambahnya.

Di tengah menyebarnya virus corona, langkah China melakukan karantina dipuji oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang menyebut negara itu "mengambil langkah luar biasa untuk menghadapi tantangan luar biasa."

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau