KOMPAS.com - Penanganan kanker harus dilakukan dengan benar. Salah satunya dengan biopsi, yakni penanganan awal pada pasien yang positif mengidap kanker.
Dokter akan menganjurkan seseorang yang mengalami gejala kanker untuk melakukan biopsi, yaitu pengambilan jaringan tubuh untuk pemeriksaan laboratorium.
Biopsi merupakan proses berbentuk pembedahan sehingga dapat menentukan jenis tumor yang diderita seseorang.
Namun, beredar rumor di masyarakat bahwa jika melakukan biopsi, kanker akan menyebar. Apakah hal tersebut benar adanya?
Baca juga: Tingkatkan Imunitas Seluler Pasien Kanker Serviks, Ini Tahap Terapinya
Menurut Dr dr Ikhwan Rinaldi, SpPD-KHOM, seorang ahli Hematologi Onkologi Medik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, hal tersebut tidak tepat karena baik melakukan biopsi maupun tidak, kanker memang memiliki sifat yang dapat menyebar ke organ lain dalam tubuh.
Ikhwan juga mengungkapkan, setelah melakukan biopsi, jaringan akan dibawa ke laboratorium patologi anatomi dan akan diperiksa di bawah mikroskop.
Dokter akan mengetahui ciri-ciri tertentu pada kanker dan menentukan jenis kanker yang diderita seseorang berdasarkan penglihatan di mikroskop karena setiap kanker memiliki jenis tersendiri.
“Rumusnya, semua jenis kanker harus dibiopsi,” tegasnya saat ditemui pada acara "Bincang Kanker dengan Pakar dalam Rangka 20 Tahun Eugenia Communications", di Jakarta, Kamis (30/1/2020).
Baca juga: AI Google Kalahkan Ahli Radiologi dalam Deteksi Kanker Payudara, Ini Artinya
Tentunya, tata laksana medis ini dipandu oleh standar prosedur tertentu yang berlaku secara internasional.
Ikhwan menjelaskan, Indonesia mengambil acuan dari Amerika Serikat (NCCN), Eropa (ESMO), atau panduan nasional penanggulangan kanker dari Kementerian Kesehatan.
Setelah menentukan jenisnya, dokter akan memberikan pengobatan kepada pasien yang menderita kanker.
Umumnya, pengobatan terbagi menjadi dua bagian, yaitu pengobatan lokal dan sistemik. Pengobatan lokal adalah cara mengobati kanker dengan melakukan operasi dan radiasi.
Sedangkan pengobatan sistemik adalah pengobatan yang dilakukan dengan cara memasukkan obat ke dalam tubuh dengan ditelan, dimasukkan ke dalam pembuluh darah, atau disuntik.
Contoh lain sistemik adalah kemoterapi, terapi target, dan imunoterapi.
“Memang setiap orang berbeda-beda penanganannya, dokterlah yang menentukan pengobatan mana yang pas diberikan,” sambung Ikhwan.
Walaupun pengobatan kanker yang diberikan dokter memiliki efek samping, Ikhwan menjelaskan, dunia kedokteran selalu memiliki cara untuk meminimalisasi efek samping tersebut.
“Efek samping yang paling sering adalah muntah, tapi ada obat-obat yang makin ke sini makin canggih mengurangi efek muntahnya, yang tadi muntahnya setiap hari, (sekarang) dia mungkin cuma mual-mual saja, paling tidak muntah tidak ada lagi,” tambah Ikhwan.
Baca juga: Mengenal CAFs, Penyebab Awal Kanker Usus Besar Menyebar
Namun, penting untuk diingat bahwa jika seseorang melakukan biopsi tanpa melanjutkan pengobatan yang dianjurkan dokter, dalam waktu yang tidak lama akan menyebabkan berkembangnya kanker dan memperburuk kondisi.
Lebih lanjut, Ikhwan mengatakan, kekhawatiran pasien pada prosedur ini biasanya karena berbagai tindakan yang dilakukan dokter.
"Antara lain dari mulai biopsi, operasi, kemoterapi, dan radioterapi sehingga membuat pasien mencari jalan alternatif pengobatan kanker," sambung dia.
Bahkan, kata Ikhwan, ada pasien yang tidak mau biopsi lalu pergi ke pelayanan kesehatan tertentu yang memberikan solusi tanpa biopsi untuk tindak lanjut pengobatannya.
"Namun, pasien tidak diobati sesuai dengan penyakitnya. Akhirnya, dalam sekian bulan terjadi progresivitas penyakit,” jelas Ikhwan.
Baca juga: Peneliti Menilai Deteksi Dini Kanker Tidak Selalu Efektif, Mengapa?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.