Romantisme yang dimaksud ialah imajinasi bayangan paling ideal dari masyarakat.
"Di Jawa, ini berkaitan dengan adanya kepercayaan di sebagian masyarakat tentang sabda palon," ujar Fuji.
Dia melanjutkan, sabda palon menceritakan bahwa 500 tahun setelah pudarnya surya Majapahit, ia akan kembali lagi ke tanah Jawa untuk membangkitkan para taksu atau ruh yang tertidur. Sabda palon ini masih dipercaya oleh sebagian masyarakat.
"Klaim atas romantisme ini digunakan sebagai basis gerakan Toto yang manipulatif," tuturnya.
Baca juga: Sosiolog: Keraton Agung Sejagat Terbentuk karena Motif Ekonomi
Adapun hal yang menarik secara sosiologis, menurut Fuji, justru anggota-anggota yang bersedia ikut dalam klaim KAS tersebut.
"Apakah mereka (anggota) ini looking for hope (mencari harapan) yang utopis (penuh khayal) tadi, atau memang murni korban," kata dia.
Apalagi jika benar bahwa pengikut harus membayar sebelum bergabung dengan KAS, maka menurut Fuji, hal itu murni penipuan.
Fuji lantas berpendapat bahwa untuk mencari tahu, maka kita perlu bertanya kepada anggota yang ikut KAS, apakah mereka memang mencari harapan baru atau karena kemampuan literasinya yang kurang.
"Kita tidak boleh loh bilang semua masyarakat punya kemampuan literasi yang sama," tuturnya.
Kemampuan literasi masyarakat yang dimaksudkan adalah cara berpikir dari sisi rasionalitas.
Menurut Fuji, banyak orang yang bisa menggunakan teknologi di era kecanggihan teknologi saat ini, tapi belum bisa membedakan mana yang benar atau salah, seperti informasi itu hoaks ataupun bukan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.