KOMPAS.com - Isu Keraton Agung Sejagat sedang menjadi bahan pembicaraan di antara masyarakat.
Pasalnya, berbarengan dengan klaim Toto Santoso Hadiningrat dan Dyah Gitarja sebagai raja dan ratu Keraton Agung Sejagat (KAS), muncul klaim-klaim luar biasa lainnya soal Keraton Agung Sejagat.
Sebagai contoh adalah klaim sebagai penerus Kerajaan Majapahit dan Pentagon adalah milik Keraton Agung Sejagat.
Fenomena ini pun membuat banyak orang geleng-geleng kepala karena gagal paham.
Baca juga: Viral Keraton Agung Sejagat, Sejarawan Bantah Klaim Penerus Majapahit
Menurut Dosen Sosiologi Universitas Gadjah Mada, Fuji Riang Prastowo, isu Keraton Agung Sejagat bukan hal yang baru terjadi di dunia dan harus dilihat dari konteksnya.
Pertama, adalah konteks di mana kasus seperti ini terjadi, yaitu di Indonesia atau di luar negeri.
Fuji mengatakan, beberapa masyarakat menginginkan apa yang disebut dengan "bayangan ideal" masyarakat yang utopis dari kondisi faktual yang mereka alami.
Utopis yang dimaksud ialah khayalan di mana orang memimpikan suatu tata masyarakat dan tata politik yang hanya bagus dalam gambaran, tetapi sulit untuk diwujudkan.
Ini bisa menjelaskan kasus-kasus "micronations" (negara-negara mikro) di Eropa dan Amerika.
Sementara itu, untuk KAS yang berkonteks di Indonesia, maka ada dua sisi yang harus dilihat.
1. Siapa yang mendirikan
Klaim mengenai raja KAS itu hanya dilakukan sepihak oleh Toto Santoso saja.
Oleh sebab itu, kata Fuji, kita harus melihat terlebih dahulu biografi kriminalitas dari Toto. Apakah Toto pernah melakukan tindak kriminal dan bila ada, apa tindak kriminal tersebut?
2. Nilai "romantisme" majapahit
Mengklaim sebagai penerus Majapahit, Keraton Agung Sejagat merupakan bentuk romantisme kejayaan majapahit.