Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspada Antraks, Kenali Penularan, Gejala, hingga Pencegahannya

Kompas.com - 15/01/2020, 09:49 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Sumber

KOMPAS.com - Tanah lokasi penyembelihan hewan ternak di Kecamatan Ponjong, Gunungkidul positif tercemar bakteri antraks yang bernama Bacillus anthracis.

Tidak hanya berdampak pada hewan, antraks diduga telah menginfeksi 12 orang. Salah satu orang di antaranya meninggal dunia akhir 2019 lalu.

Untuk diketahui, antraks merupakan penyakit zoononis. Artinya, penyakit ini dapat ditularkan dari hewan ke manusia, tapi tidak dapat ditularkan antar sesama manusia.

Untuk lebih memahami tentang antraks dan bagaimana penularannya, Kompas.com menghubungi drh Muhammad Munawaroh. Dia adalah Ketua Umum Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI).

Baca juga: Waspada Antraks, Masyarakat Tak Perlu Takut Makan Daging

Melalui sambungan telepon, Munawaroh menjelaskan bahwa bakteri antraks dapat bertahan di tanah selama bertahun-tahun dalam bentuk spora.

"Spora itu tidak bisa mati, dia akan hidup terus," ungkapnya.

Umumnya bakteri antraks menyerang hewan ternak seperti sapi, kambing, domba, dan juga kerbau.

Karena bersifat zoononis, bakteri antraks dapat menular dari hewan ke manusia. Dan hal ini pun sering terjadi.

Bagaimana cara penularan bakteri antraks?

Setidaknya ada 3 macam cara yang bisa memicu potensi bakteri antraks dari hewan menular ke manusia.

1. Logam terbuka

Penularan pertama, misalnya manusia kontak dengan logam terbuka.

2. Menghirup spora antraks

Tidak sengaja menghirup spora juga dapat menyebabkan tertular penyakit antraks.

Salah satu gejala yang muncul bila menghirup spora antraks adalah infeksi saluran pernapasan (ISPA).

3. Mengonsumsi (makan atau minum) yang mengandung spora antraks

Mengonsumsi daging yang positif terinfeksi antraks juga dapat menyebabkan penularan penyakit.

"Mengonsumsi daging yang kena antraks, itu juga bisa menularkan antraks pada manusia," kata Munowaroh.

Hal inilah yang diduga dialami oleh belasan warga Gunungkidul.

"Di Gunungkidul itu, ada sapi yang sudah positif antraks dibeleh (disembelih) kemudian dimakan. Nah itu yang menyebabkan ada kematian juga," kata Munowaroh.

Seperti diberitakan Kompas.com, sejak pertengahan 2019, RSUD Wonosari, DIY mencatat telah merawat 12 pasien yang diduga terjangkit antraks.

Dari 12 pasien, beberapa di antara mengaku sempat makan daging sapi sebelum jatuh sakit.

Sementara itu, Kepala Desa Gombang, Kecamatan Ponjong Supriyanto menyampaikan, ada ternak mati di wilayahnya beberapa waktu lalu.

Penyebab kematian ternak-ternak tersebut belum diketahui.

"Memang ada satu ekor yang disembelih, itu sapi yang mati pertama," ujar Supriyanto.

Warga menyembelih sapi saat hampir mati dan membagikannya ke beberapa orang.

Gejala antraks pada manusia

Gejala penyakit antraks pada manusia tergantung pada tipe infeksi, dapat dimulai dari 1 hari hingga lebih dari dua bulan untuk muncul.

Ada tiga jenis infeksi penyakit antraks dilansir Sehatq.

1. Penyakit antraks kulit

Jika seseorang terpapar antraks melalui luka kulit (antraks kutaneus), gejala yang akan timbul di antaranya adalah:

  • Timbul lecet, gatal atau benjolan yang tampak seperti gigitan serangga yang dengan cepat berubah menjadi luka yang tidak nyeri
  • Pembengkakan di sekitar luka

Murawaroh menambahkan, saat tertular antraks melalui logam terbuka, kulitnya muncul benjol kemerahan denagn bagian tengah berwarna kehitaman.

"Terasa gatal dan perih. Seperti cacar itu," ujarnya.

Selain itu, bagian getah bening seperti leher, dekat telinga, atau pangkal paha juga akan membengkak.

2. Mengirup spora antraks

Jika seseorang menghirup spora antraks, gejala yang akan timbul di antaranya:

  • Demam, kelelahan, pegal-pegal, dan sakit tenggorokan
  • Sesak nafas
  • Mual
  • Batuk berdarah
  • Nyeri saat menelan
  • Perasaan tidak nyaman di dada
  • Pusing atau kebingungan
  • Berkeringat
  • Pada stadium lanjut, dapat terjadi syok (penurunan tekanan darah yang berpotensi fatal), demam tinggi, dan meningitis (radang selaput otak)

3. Makan atau minum yang mengandung spora antraks

Jika seseorang makan atau minum sesuatu yang mengandung spora seperti daging setengah matang yang terinfeksi (antraks gastrointestinal), gejala yang timbul diantaranya adalah:

  • Demam
  • Pembengkakan di leher atau kelenjar dan nyeri
  • Sulit menelan
  • Mual, kehilangan nafsu makan, dan muntah
  • Diare berdarah yang berat pada stadium lanjut
  • Sakit kepala
  • Sakit perut
  • Kemerahan pada wajah dan mata
  • Pingsan
  • Nyeri dan pembengkakan di perut

Pencegahan

Karena antraks merupakan bakteri, Munowaroh mengatakan tidak ada vaksin untuk antraks.

"Yang ada adalah pengobatan dengan menggunakan antibiotik yang luas agar bisa menjangkau bakterinya itu," ungkap Munowaroh.

"Jadi hanya bisa diberi antibiotik (untuk pengobatan manusia)," ujarnya.

Dia mengingatkan, jika ada ternak yang positif terkena bakteri antraks, dagingnya dilarang keras untuk dikonsumsi.

Setelah hewan yang positif antraks tadi mati, hewan harus dikubur dan sebelum ditutup dengan tana diberi tanah kapur gamping.

"Kedalamannya (tempat mengubur hewan) tidak boleh kurang dari satu meter, (setidaknya) dua meter. Sebelum ditutup dengan tanah, beri gamping supaya spora bakterinya tidak menyebar," ungkapnya.

Petugas Mengubur Sapi Mati di Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidulistimewa Dokumentasi DPP Petugas Mengubur Sapi Mati di Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul

Baca juga: 3 Rekor Muri Untuk Peternakan Sapi Bali di Lombok, Apa Rahasianya?

Munawaroh mengimbau kepada masyarakat luas untuk tidak mengonsumsi daging yang positif terkena antraks.

"Masyarakat dilarang keras mengonsumsi daging sapi mati apalagi sudah ada gejala antraks. Itu tidak boleh dikonsumsi," tegasnya.

Selain itu, dia juga mengingatkan dinas terkait yang ada di daerah harus melakukan pengawasan ketat untuk jual beli daging di pasar agar masyarakat tidak kecolongan.

"Penyembelihan itu hanya boleh dilakukan di rumah potong hewan. Tidak boleh dipotong di rumah. Makanya dinas yang mengurusi tentang kesehatan hewan harus ketat," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com