KOMPAS.com - Karsinoma kolorektal atau kanker usus besar masih menjadi masalah kesehatan dunia, termasuk Indonesia.
Disampaikan dr. Noza Hilbertina MBiomed, SpPA dalam promosi doktornya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), kanker usus besar merupakan penyakit kanker ketiga yang paling sering menyerang penduduk dunia, dan keempat di Indonesia.
Setidaknya 25 persen penderita kanker usus besar berada pada stadium I dan II.
Ironisnya lebih dari 50 persen pasien berada pada stadium III dan berpotensi besar untuk mengalami kekambuhan dan penyebaran sel kanker ke seluruh tubuh.
"Adanya kekambuhan dan penyebaran sel kanker ini dapat menurunkan harapan hidup dari penderita kanker," kata Noza, Rabu (8/1/2020).
Baca juga: Pasien Kanker Usus Besar Kesulitan Akses Obat Terapi Target
Meskipun kanker usus besar terjadi secara bertahap, menurut Noza, faktor lingkungan dan gaya hidup terutama rendah serat, daging merah, rokok dan aktivitas fisik yang kurang dapat sangat mempengaruhi perkembangan sel kanker usus besar.
Dikatakan Noza, bahwa penelitian kanker pada dekade sebelumnya hanya berfokus pada sel kanker.
Namun kemudian diketahui bahwa sel non kanker yang ada di lingkungan mikro tumor, turut berperan dalam progresi kanker tersebut.
"Sehingga penelitian kanker pun mulai bergeser dengan memfokuskan pada sel non kanker," ujarnya.
Salah satu sel non kanker mayoritas ditemukan pada lingkungan mikro tumor yaitu sel fibroblast (cancer-associated fibroblast/CAFs).
Sel fibroblast (CAFs)
Dijelaskan Noza, bahwa CAFs dapat berubah perangai karena faktor yang disekresikan oleh sel kanker.
Selain itu, CAFs juga dapat membantu sel kanker menjadi lebih agresif melalui protein yang dihasilkannya.
Pada penelitian yang dilakukan Noza, terungkap bahwa protein yang disekresikan oleh CAFs dapat menyebabkan sel kanker mengalami transisi epitel-mesenkim.
Transisi ini menjadi tahapan paling awal untuk sel kanker dapat menyebar ke jaringan normal di sekitarnya.