Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Curah Hujan Lebih Deras, BMKG Sebut Pemicunya Perubahan Iklim

Kompas.com - 03/01/2020, 13:03 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Curah hujan ekstrem tertinggi juga terkonsentrasi di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Barat.

Kejadian banjir dan curah hujan ekstrem tidak hanya terjadi di DKI Jakarta, beberapa wilayah di Bekasi, Kota/Kab. Bogor, serta Kab. Lebak (Jawa Barat) juga terdampak banjir bandang.

Pantauan radar cuaca menunjukkan awan potensi hujan cukup tebal terjadi di sebagian wilayah Banten, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.

Analisis meteorologis pada 1 Januari 2020 pagi hari menunjukkan, curah hujan tinggi tidak biasanya tersebut dipengaruhi oleh penguatan aliran monsun Asia dan indikasi jalur daerah konvergensi massa udara atau pertemuan angin monsun intertropis (ITCZ) tepat berada di atas wilayah Jawa bagian utara.

ITCZ memicu pertumbuhan awan yang sangat cepat, tebal, dan masif akibat penguapan dari lautan sekitar Pulau Jawa yang sudah menghangat dan menyuplai kelimpahan massa uap air bagi atmosfer di atasnya.

Sejarah Curah Hujan Ekstrem dan Banjir Jakarta

Analisis beberapa kejadian banjir besar di Jakarta pada masa lalu, misal yang terjadi pada tahun 1918, 1979, 1996, 2002, 2007, 2013, 2014, dan 2015 memang dapat dikaitkan dengan kejadian curah hujan ekstrim 1-2 hari dan fenomena meteorologis yang membentuknya.

Besaran dampak banjir yang ditimbulkan juga dapat dikaitkan dengan wilayah dimana curah hujan tinggi tersebut terkonsentrasi.

Intensitas curah hujan ekstrem 1-2 hari sendiri dapat berkontribusi ~ 30 persen dari total curah hujan pada bulan tersebut.

Beberapa aspek fenomena meteorologis yang biasanya menyertai curah hujan tinggi di Jakarta, dapat sebagai penyebab individual atau kombinasi antar beberapa fenomena atmosfer sekaligus, di antaranya: ITCZ, MJO, Suhu Muka Laut lebih hangat, penguatan aliran monsun lintas ekuator, La Nina, dan Seruakan dingin Asia (cold surge).

"Penyebab banjir di Jakarta sejatinya bukan hanya masalah curah hujan ekstrem dan fenomena meteorologis, terdapat beberapa faktor lain," katanya.

Faktor pemicu lain itu antara lain besarnya limpasan air dari daerah hulu, berkurangnya waduk dan danau tempat penyimpanan air banjir, permasalahan menyempit dan mendangkalnya sungai akibat sedimentasi dan penuhnya sampah, rendaman rob akibat permukaan laut pasang serta faktor penurunan tanah (ground subsidence) yang meningkatkan risiko genangan air.

"Akan tetapi curah hujan ekstrem paling dominan sebagai penyebab banjir di Jakarta," terangnya.

Baca juga: Viral Mobil Hanyut Terseret Banjir, Seberapa Besar Kekuatannya?

Imbauan masyarakat

BMKG mengimbau agar semua pihak dan masyarakat tetap waspada terhadap peluang curah hujan tinggi yang masih mungkin mengingat puncak musim hujan diprakirakan akan terjadi pada bulan Februari hingga Maret.

Selain juga masih terdapat peluang fenomena gelombang atmosfer ekuator/Madden-Julian Oscillation (MJO) dan seruak dingin yang dapat terjadi sebagai variabilitas iklim dimusim hujan kali ini.

BMKG mendefinisikan puncak musim hujan sebagai periode di mana akumulasi curah hujan mencapai jumlah tertinggi pada suatu dasarian untuk tiap zona musim.

Pemerintah dan masyarakat diharapkan terus meningkatkan kesadarannya terhadap lingkungan dan semua persoalan yang menjadi penyebab banjir Jakarta, dan secara umum terhadap risiko bencana terkait iklim dan cuaca (hidrometeorologi) di masa mendatang.
Masyarakat diimbau agar terus memperoleh dan memanfaatkan informasi dan prediksi cuaca maupun iklim terkini dari BMKG.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com