Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Curah Hujan Lebih Deras, BMKG Sebut Pemicunya Perubahan Iklim

KOMPAS.com - Bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Jakarta dan Jawa Barat menjadi perhatian kita semua.

Menurut analisis data BMKG, banjir kemarin disebabkan oleh cuaca ekstrem yang lebih parah dibanding banjir pada 2015 dan 2017. Perbedaan ini utamanya disebabkan oleh perubahan iklim.

Dalam siaran pers BMKG, disebutkan bahwa banjir pada 2015 dan 2017 dipicu oleh curah hujan ekstrem dengan intensitas lebih dari 150 mm/hari.

Sementara untuk intensitas curah hujan saat tahun baru kemarin, data dari beberapa titik pengukuran menunjukkan angka yang lebih besar.

Untuk kawasan Bandara TNI AU Halim Perdana Kusuma, intensitas curah hujan pada malam pergantian tahun 377 mm/hari. Di kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) 335 mm/hari, Kembangan 265 mm/hari, Pulo Gadung 260 mm/hari, Jatiasih 260 mm/hari, Cikeas 246 mm/hari, dan Toman 226 mm/hari.

"Curah hujan 377 mm/hari di Halim PK merupakan rekor baru curah hujan tertinggi sepanjang ada pencatatan hujan di Jakarta dan sekitarnya sejak pengukuran pertama kali dilakukan tahun 1866 pada zaman kolonial Belanda," kata Herizal, Deputi Bidang Klimatologi BMKG dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Jumat (3/1/2020).

Jika dibandingkan dengan pengkajian data historis curah hujan harian selama 150 tahun (1866 – 2015), BMKG menyebut ada kesesuaian tren antara semakin seringnya kejadian banjir besar di Jakarta dengan peningkatan intensitas curah hujan ekstrem tahunan, seperti yang terjadi 1 Januari 2020.

"Di wilayah Jabodetabek (data 43 tahun terakhir), curah hujan harian tertinggi per tahun mengindikasikan tren kenaikan intensitas 10 sampai 20 mm per-10 tahun," imbuhnya.

Analisis statistik ekstrem data series 150 tahun Stasiun Jakarta Observatory BMKG untuk perubahan risiko dan peluang terjadinya curah hujan ekstrem penyebab kejadian banjir dengan perulangan sebagaimana periode ulang kejadian 2014, 2015 (termasuk bila kejadian 2020 diperhitungkan) di Jakarta, menunjukkan peningkatan 2-3 persen bila dibandingkan dengan kondisi iklim 100 tahun lalu.

Hal ini menandakan hujan-hujan besar yang dulu jarang terjadi, pada kondisi iklim saat ini lebih berpeluang sering muncul. Peristiwa ini salah satunya dipicu oleh perubahan iklim.

Harizal menyebut, berdasar pengukuran dan pencatatan, curah hujan ekstrem awal tahun 2020 kemarin di Jakarta merupakan salah satu kejadian paling ekstrem.

Dalam peristiwa banjir bandang awal tahun baru kemarin, disebut BMKG bahwa ini adalah hasil dari curah hujan ekstrem tertinggi sejak 1866.

Tak hanya Jakarta

Saat hujan mengguyur wilayah Jabodetabek dan sekitarnya pada 31 Desember 2019 sore hingga 1 Januari 2020 pagi, dampaknya banjir cukup luas dan hampir merata.

Setidaknya 16 orang dikabarkan meninggal dan lebih dari 31.000 orang mengungsi dari 158 kelurahan yang terdampak.

Wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Barat tercatat sebagai wilayah yang memiliki kelurahan paling banyak terdampak, yakni sejumlah 65 dan 30 kelurahan.

Curah hujan ekstrem tertinggi juga terkonsentrasi di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Barat.

Kejadian banjir dan curah hujan ekstrem tidak hanya terjadi di DKI Jakarta, beberapa wilayah di Bekasi, Kota/Kab. Bogor, serta Kab. Lebak (Jawa Barat) juga terdampak banjir bandang.

Pantauan radar cuaca menunjukkan awan potensi hujan cukup tebal terjadi di sebagian wilayah Banten, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.

Analisis meteorologis pada 1 Januari 2020 pagi hari menunjukkan, curah hujan tinggi tidak biasanya tersebut dipengaruhi oleh penguatan aliran monsun Asia dan indikasi jalur daerah konvergensi massa udara atau pertemuan angin monsun intertropis (ITCZ) tepat berada di atas wilayah Jawa bagian utara.

ITCZ memicu pertumbuhan awan yang sangat cepat, tebal, dan masif akibat penguapan dari lautan sekitar Pulau Jawa yang sudah menghangat dan menyuplai kelimpahan massa uap air bagi atmosfer di atasnya.

Sejarah Curah Hujan Ekstrem dan Banjir Jakarta

Analisis beberapa kejadian banjir besar di Jakarta pada masa lalu, misal yang terjadi pada tahun 1918, 1979, 1996, 2002, 2007, 2013, 2014, dan 2015 memang dapat dikaitkan dengan kejadian curah hujan ekstrim 1-2 hari dan fenomena meteorologis yang membentuknya.

Besaran dampak banjir yang ditimbulkan juga dapat dikaitkan dengan wilayah dimana curah hujan tinggi tersebut terkonsentrasi.

Intensitas curah hujan ekstrem 1-2 hari sendiri dapat berkontribusi ~ 30 persen dari total curah hujan pada bulan tersebut.

Beberapa aspek fenomena meteorologis yang biasanya menyertai curah hujan tinggi di Jakarta, dapat sebagai penyebab individual atau kombinasi antar beberapa fenomena atmosfer sekaligus, di antaranya: ITCZ, MJO, Suhu Muka Laut lebih hangat, penguatan aliran monsun lintas ekuator, La Nina, dan Seruakan dingin Asia (cold surge).

"Penyebab banjir di Jakarta sejatinya bukan hanya masalah curah hujan ekstrem dan fenomena meteorologis, terdapat beberapa faktor lain," katanya.

Faktor pemicu lain itu antara lain besarnya limpasan air dari daerah hulu, berkurangnya waduk dan danau tempat penyimpanan air banjir, permasalahan menyempit dan mendangkalnya sungai akibat sedimentasi dan penuhnya sampah, rendaman rob akibat permukaan laut pasang serta faktor penurunan tanah (ground subsidence) yang meningkatkan risiko genangan air.

"Akan tetapi curah hujan ekstrem paling dominan sebagai penyebab banjir di Jakarta," terangnya.

Imbauan masyarakat

BMKG mengimbau agar semua pihak dan masyarakat tetap waspada terhadap peluang curah hujan tinggi yang masih mungkin mengingat puncak musim hujan diprakirakan akan terjadi pada bulan Februari hingga Maret.

Selain juga masih terdapat peluang fenomena gelombang atmosfer ekuator/Madden-Julian Oscillation (MJO) dan seruak dingin yang dapat terjadi sebagai variabilitas iklim dimusim hujan kali ini.

BMKG mendefinisikan puncak musim hujan sebagai periode di mana akumulasi curah hujan mencapai jumlah tertinggi pada suatu dasarian untuk tiap zona musim.

Pemerintah dan masyarakat diharapkan terus meningkatkan kesadarannya terhadap lingkungan dan semua persoalan yang menjadi penyebab banjir Jakarta, dan secara umum terhadap risiko bencana terkait iklim dan cuaca (hidrometeorologi) di masa mendatang.
Masyarakat diimbau agar terus memperoleh dan memanfaatkan informasi dan prediksi cuaca maupun iklim terkini dari BMKG.

https://sains.kompas.com/read/2020/01/03/130300623/curah-hujan-lebih-deras-bmkg-sebut-pemicunya-perubahan-iklim

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke