KOMPAS.COM - Asupan nutrisi yang tidak memadai pada anak umur di bawah dua tahun dapat menyebabkan malnutrisi kronis. Hal itu dikatakan sebagai salah satu penyebab utama terjadinya stunting di Indonesia.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI pada 2007-2013, kondisi stunting pada balita di Indonesia meningkat mencapai 37-38 persen.
Angka tersebut berada di atas dari standar yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu sekitar 20 persen.
Hal tersebut dijelaskan oleh Prof Dr dr Damayanti Rusli Sjarif SpA(K) dalam pengukuhan Guru Besarnya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Baca juga: Kebersihan Sanitasi Berkaitan dengan Tingkat Stunting, Ini Sebabnya
Stunting itu sendiri merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan perawakan pendek yaitu panjang atau tinggi badan menurut umur di bawah dua simpang baku grafik pertumbuhan linear, yang disebabkan oleh malnutrisi kronis.
Menurut dr Damayanti, hal ini dapat disebabkan oleh ketidaktahuan orangtua tentang pola makan bayi dan balita yang benar, ketidaktersediaan pangan karena kemiskinan, atau penelantaran anak.
Sementara itu, masalah stunting adalah masalah yang sangat penting dalam konteks ketahanan bangsa, karena asupan nutrisi yang tidak memadai yang terjadi pada masa kritis perkembangan otak yaitu di 1000 Hari Pertama Kehidupan akan menurunkan kemampuan kognitif seorang anak.
"Serta meningkatkan risiko penyakit tidak menular misalnya obesitas, diabetes, penyakit jantung koroner, hipertensi dan lainnya dikemudian hari," ujarnya.
Baca juga: Pernah Bingungkan Moeldoko, Apa Itu Stunting dan Bagaimana Efeknya?
Pengamatan jangka panjang bayi yang mengalami gizi kurang atau gizi buruk, memperlihatkan bahwa 65 persen mempunyai IQ dibawah 90 yang berdampak penurunan kemampuan bersekolah menjadi hanya sekitar 7 tahun.
Pemeriksaan fungsi kognitif pada 53 batita stunting di Pandeglang menunjukkan bahwa 71 persen berada di bawah rata-rata untuk usianya.
Berdasarkan data prevalensi yang telah disebutkan diatas, kata dr Damayanti, hal ini menyiratkan kemungkinan besar terjadinya tragedi demografi generasi Z di saat negara lain mendulang bonus demografi di usia produktif.
"Perbaikan kognitif akibat malnutrisi anak adalah pada dua tahun pertama kehidupan dengan kombinasi perbaikan asupan nutrisi dan stimulasi, itupun hanya dapat mengoreksi kognitif maksimal 90 persen," tuturnya.
Sementara itu kebutuhan nutrisi yang meningkat dapat disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah antara lain dengan imunisasi, dengan ketersediaan fasilitas air bersih, MCK serta kebiasaan mencuci tangan dengan benar, serta dengan pemberian Pangan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK).
dr Damayanti dalam penelitiannya mencoba mengungkapkan bahwa mencegah terjadinya stunting lebih diutamakan melalui analisis nutrigenomik, dapat menurunkan angka stunting hingga 8,4 persen dalam enam bulan.
Untuk diketahui, nutrigenomik ialah bagaimana komponen bioaktif makanan mengubah profil ekspresi gen.