Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pernah Bingungkan Moeldoko, Apa Itu Stunting dan Bagaimana Efeknya?

Kompas.com - 16/11/2019, 14:05 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko telah memberikan penghargaan kepada 10 tokoh yang telah berjasa dalam mencegah stunting.

Dilansir dari artikel Kompas.com, Jumat (15/11/2019), dalam sambutannya Moeldoko sempat bercerita bahwa ketika baru masuk ke Istana, dia tidak mengetahui apa itu stunting. Baru setelah masuk KSP, dia memahami definisi dari stunting dan dampaknya.

Pengalaman Moeldoko mungkin juga banyak dialami oleh orang Indonesia. Banyak masyarakat yang masih belum tahu apa itu stunting dan dampaknya.

Dr dr Dian Novita Chandra, M. Gizi yang merupakan staf pengajar dari Departemen Ilmu Gizi FKUI pernah menjelaskan pengertian stunting dalam artikel Kompas.com, 25 Januari 2019.

Dia berkata bahwa stunting adalah kondisi di mana pertumbuhan anak terhambat sehingga perawakannya pendek atau tidak sesuai dengan kurva pertumbuhan standar berdasarkan umur dan jenis kelamin.

Baca juga: 6 Tahun Terakhir, Angka Stunting di Indonesia Turun 10 Persen

Penyebabnya adalah kurangnya asupan nutrisi selama 1.000 hari pertama kehidupan, termasuk sembilan bulan dalam kandungan dan masa pertumbuhan kritis hingga berusia dua tahun.

Kurangnya asupan nutrisi bisa karena jumlah asupan makanan yang kurang atau kualitas makanan yang kurang baik, misalnya kurangnya variasi makanan.

Selain asupan nutrisi anak sendiri; kesehatan ibu selama kehamilan, pola asuh, kesehatan anak, serta kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan juga turut berpengaruh pada terjadinya stunting.

Rentetan dampak stunting

Masalahnya, stunting tidak hanya berdampak pada masa kecil anak saja, tetapi juga ketika dia dewasa.

Pertama, stunting menghambat perkembangan otak anak. Hal ini membuat kecerdasan dan performa edukasi anak di masa mendatang tidak optimal dan bisa kalah dari anak-anak yang tidak pernah mengalami stunting.

Kemudian, pertumbuhan tinggi dan komposisi otot tubuh anak juga terhambat. Akibatnya, kekebalan tubuh anak menuru dan membuatnya rentan sakit dan performa kerja masa depannya menurun.

Ketiga, kekurangan energi dan zat gizi pada anak juga memaksa proses metabolisme tubuh untuk beradaptasi. Hal ini meningkatkan risiko penyakit-penyakit metabolik pada masa dewasa, termasuk diabetes, obesitas dan darah tinggi.

Baca juga: Cara Sederhana Bikin Anak Jadi Generasi Sehat, Generasi Unggul

Mencegah stunting

Seperti dijelaskan di atas, stunting berasal dari kurangnya asupan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan.

Oleh karena itu, pemenuhan gizi pada masa kehamilan dan masa kanak-kanak sangat penting dalam mencegah stunting.

Dian menegaskan bahwa asupan gizi yang dimaksud di sini harus berkualitas baik dan beragam.

Asupan gizi harus meliputi protein dan mikronutrien, seperti zinc, yodium, zat besi, vitamin A, vitamin D, vitamin B12 dan asam folat. Lalu, kebutuhan energi juga harus dipenuhi agar protein dapat digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan bukan untuk sumber energi.

Perilaku hidup bersih juga harus dilaksanakan dalam keluarga untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi pada ibu hamil dan masa kanak-kanak yang bisa menyebabkan kehilangan zat gizi, misalnya diare.

Lalu, selama anak-anak bertumbuh, lakukanlah pemantauan tumbuh kembang secara berkala, yakni setiap bulan hingga anak berusia dua tahun dan 6-12 bulan setelahnya, agar keterlembatan pertumbuhan bisa segera dideteksi dan ditangani.

Sumber: KOMPAS.com (Ihsanuddin, Gloria Setyvani Putri)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau