Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asupan Protein Hewani yang Optimal Turunkan Angka Stunting

Kompas.com - 19/12/2019, 13:05 WIB
Ellyvon Pranita,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.COM - Asupan nutrisi yang tidak memadai pada anak umur di bawah dua tahun dapat menyebabkan malnutrisi kronis. Hal itu dikatakan sebagai salah satu penyebab utama terjadinya stunting di Indonesia.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI pada 2007-2013, kondisi stunting pada balita di Indonesia meningkat mencapai 37-38 persen.

Angka tersebut berada di atas dari standar yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu sekitar 20 persen.

Hal tersebut dijelaskan oleh Prof Dr dr Damayanti Rusli Sjarif SpA(K) dalam pengukuhan Guru Besarnya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba Jakarta, Rabu (18/12/2019).

Baca juga: Kebersihan Sanitasi Berkaitan dengan Tingkat Stunting, Ini Sebabnya

Stunting itu sendiri merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan perawakan pendek yaitu panjang atau tinggi badan menurut umur di bawah dua simpang baku grafik pertumbuhan linear, yang disebabkan oleh malnutrisi kronis.

Menurut dr Damayanti, hal ini dapat disebabkan oleh ketidaktahuan orangtua tentang pola makan bayi dan balita yang benar, ketidaktersediaan pangan karena kemiskinan, atau penelantaran anak.

Sementara itu, masalah stunting adalah masalah yang sangat penting dalam konteks ketahanan bangsa, karena asupan nutrisi yang tidak memadai yang terjadi pada masa kritis perkembangan otak yaitu di 1000 Hari Pertama Kehidupan akan menurunkan kemampuan kognitif seorang anak.

"Serta meningkatkan risiko penyakit tidak menular misalnya obesitas, diabetes, penyakit jantung koroner, hipertensi dan lainnya dikemudian hari," ujarnya.

Baca juga: Pernah Bingungkan Moeldoko, Apa Itu Stunting dan Bagaimana Efeknya?

Pengamatan jangka panjang bayi yang mengalami gizi kurang atau gizi buruk, memperlihatkan bahwa 65 persen mempunyai IQ dibawah 90 yang berdampak penurunan kemampuan bersekolah menjadi hanya sekitar 7 tahun.

Pemeriksaan fungsi kognitif pada 53 batita stunting di Pandeglang menunjukkan bahwa 71 persen berada di bawah rata-rata untuk usianya.

Berdasarkan data prevalensi yang telah disebutkan diatas, kata dr Damayanti, hal ini menyiratkan kemungkinan besar terjadinya tragedi demografi generasi Z di saat negara lain mendulang bonus demografi di usia produktif.

"Perbaikan kognitif akibat malnutrisi anak adalah pada dua tahun pertama kehidupan dengan kombinasi perbaikan asupan nutrisi dan stimulasi, itupun hanya dapat mengoreksi kognitif maksimal 90 persen," tuturnya.

Sementara itu kebutuhan nutrisi yang meningkat dapat disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah antara lain dengan imunisasi, dengan ketersediaan fasilitas air bersih, MCK serta kebiasaan mencuci tangan dengan benar, serta dengan pemberian Pangan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK).

Nutrisional Genomik

dr Damayanti dalam penelitiannya mencoba mengungkapkan bahwa mencegah terjadinya stunting lebih diutamakan melalui analisis nutrigenomik, dapat menurunkan angka stunting hingga 8,4 persen dalam enam bulan.

Untuk diketahui, nutrigenomik ialah bagaimana komponen bioaktif makanan mengubah profil ekspresi gen.

Hal tersebut dapat memperlihatkan bahwa konsumsi protein berperan dalam mencegah hambatan pertumbuhan panjang atau tinggi badan melalui pelbagai mekanisme regulasi di tingkat epigenetik dan transkripsi.

Bukan sekadar protein, tetapi harus memenuhi persyaratan mengandung asam amino esensial yang lengkap dan cukup serta mudah dicerna dan diabsorbsi di usus halus. Semua persyaratan tersebut terpenuhi oleh protein hewani yaitu susu termasuk ASI, telur, ikan, dan unggas.

Baca juga: LIPI Kembangkan Produk Pangan Fungsional, Cegah Stunting dan Obesitas

Protein nabati tidak memenuhi persyaratan karena mengandung asam amino yang tidak lengkap atau limiting amino acids. Jumlahnya sedikit sehingga untuk memenuhi kecukupan kuantitas diperlukan dalam jumlah banyak. Selain itu, protein nabati lebih sulit dicerna dan diabsorbsi DIAAS kurang dari 100 karena mengandung antinutrien misalnya fitat, tannin, dan lain sebagainya.

"Penelitian menunjukkan perbandingan protein hewani terhadap total energi yang dikonsumsi yang bermakna dalam meningkatkan panjang /tinggi badan adalah 10-15 persen," kata dia.

Analisis nutrigenetik yang mempelajari bagaimana variasi genetik seseorang mempengaruhi respons tubuh terhadap komponen bioaktif makanan tertentu pada kasus kelainan metabolisme bawaan, menunjukkan bahwa varian gen patogenik mengubah kemampuan untuk memetabolisme zat gizi tertentu yang jika tidak ditatalaksana dengan nutrisi yang sesuai atau pangan untuk keperluan medis khusus.

"Misalnya pada Kelainan Metabolisme Bawaan, alergi makanan, prenturitas, weight faltering atau gizi kurang atau buruk dengan penyulit, akan berakhir dengan stunting juga," ujarnya.

Setelah ditelaah melalui pendekatan nutrisional genomik ternyata penanggulangan stunting cukup sederhana, yaitu setelah bayi lahir dapat dicegah dengan penerapan pola ASI dan MPASI yang bergizi lengkap, cukup dan seimbang khususnya perbandingan protein hewani terhadap total energi atau protein energy ratio, PER 10-15 persen dengan memanfaatkan sumber pangan hewani lokal.

Baca juga: Soal Stunting, AIMI Sebut Pembagian Asupan Tambahan Tidak Efektif

Anda harus memantau tumbuh-kembang dengan menerapkan cara menimbang berat badan yang benar yaitu tanpa baju atau dengan baju dalam tipis, mengukur panjang badan dengan alat pengukur baku yang berbeda untuk anak di bawah dan di atas dua tahun.

Tidak hanya itu menganalisis hasil timbang-ukur untuk deteksi dini weight faltering atau kenaikan berat badan yang tidak memadai dan masalah gizi lain diikuti dengan rujukan kepada dokter puskesmas dan dokter spesialis anak untuk diagnosis dan tata laksana segera secara komprehensif.

Uji coba Aksi Cegah Stunting dengan mengaktifkan poros Posyandu-Puskesmas-RSUD di desa Bayumundu, Pandeglang yang melibatkan kader posyandu, Tim PKK desa, Petugas Gizi Lapangan, Bidan Desa, Dokter Puskesmas, dan Dokter Spesialis Anak RSUD berhasil menurunkan stunting pada balita 8,4 persen dalam enam bulan pengamatan hanya dengan menerapkan konseling MPASI yang mengandung protein hewani setiap hari.

Baca juga: Pernah Alami Stunting Saat Kecil, Bisakah Tambah Tinggi Ketika Dewasa?

Angka ini lebih kecil daripada yang diperkirakan oleh Onyango dan lainnya yaitu 17 persen dalam enam bulan pertama, karena adanya faktor sensitif yang perlu bantuan sektor non-kesehatan, yaitu tidak tersedianya biaya untuk merujuk balita yang berisiko malnutrisi dari posyandu ke puskesmas atau RSUD.

"Masalah yang ditemukan dalam uji coba tersebut merupakan asupan untuk Kementerian Desa Tertinggal dan Transmigrasi RI untuk membuat petunjuk teknis yang memungkinkan pemanfaatan Dana Desa dalam mengatasi stunting," kata dia.

Jika hal ini dilakukan dengen serentak di seluruh Indonesia, diperkirakan penurunan stunting 8,4 persen dalam enam bulan sudah akan membawa prevalensi stunting di Indonesia di bawah 20 persen dalam setahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau