Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cuaca Sangat Panas, Apakah Berhubungan dengan Mundurnya Musim Hujan?

Kompas.com - 03/12/2019, 16:28 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Awal musim hujan di sebagian wilayah Indonesia resmi mundur. Di sisi lain, warga mengeluhkan cuaca sangat panas beberapa minggu belakangan.

Dijelaskan BMKG, mundurnya musim hujan 2019 disebabkan oleh kondisi dinamika atmosfer.

Faktor utamanya adalah menguatnya Dipole Mode Positive di Samudera Hindia, anomali muka laut yang dingin di perairan Indonesia, dan keterlambatan datangnya angin monsun atau musim Asia ke wilayah Indonesia.

"Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan laut hingga akhir November, masih kuatnya gangguan Dipole Mode di Barat Daya Sumatera, masih dinginnya laut sekitar Indonesia, menyebabkan pergantian angin musim atau Monsun kita terlambat," jelas Adi Ripaldi, Kasubid Analisis Informasi Iklim BMKG kepada Kompas.com, Senin (2/12/2019).

"Hal ini mengindikasikan awal musim hujan di sebagian besar wilayah di Pulau Jawa datangnya terlambat," imbuhnya.

Namun, apakah cuaca sangat panas beberapa minggu belakangan berkaitan dengan fenomena yang mengakibatkan musim hujan mundur?

Baca juga: Awal Musim Hujan Mundur, 3 Faktor Ini yang Memicunya

"Penyebab cuaca panas tentu bukan karena Dipole Mode (DM). Cuaca panas yang dirasakan pada Oktober dan November lebih banyak disebabkan oleh sirkulasi alamiah matahari," kata Adi.

Sirkulasi alamiah matahari yang dimaksud Adi adalah pergerakan matahari.

Pada 21 September 2019, matahari bergerak dari equator ke arah Lintang Selatan.

Pergerakan ini melewati Indonesia sekitar Oktober. Matahari terus bergerak ke selatan hingga Lintang 23,5 LS, diperkirakan sampai titik tersebut pada 22 Desember 2019.

Setelah itu, matahari akan bergerak kembali lagi menuju arah Lintang Utara.

"Nah, pada saat matahari melewati wilayah Indonesia khsususnya Jawa, pancaran radiasi lebih maksimum pada periode tersebut. Ditambah kondisi Pulau Jawa sedang musim kemarau, langit lebih cerah dan tidak ada tutupan awan, sehingga pancaran radiasi yang menyinari permukaan bumi kita lebih optimal," jelas Adi.

Cuaca sangat panas makin terasa karena kondisi permukaan bumi yang kering karena tidak ada hujan.

"Partikel debu juga lebih banyak pada saat musim kemarau, semakin menambah suhu udara di sekitar kita terasa lebih panas di siang hari," imbuh Adi.

Baca juga: Awal Musim Hujan Mundur, Ini Daerah yang Sudah Hujan dan Belum

Dampak suhu matahari maksimum

Adi menerangkan, maksimumnya radiasi matahari pada bulan Oktober membuat daratan dan permukaan laut panas.

"Namun demikian, panasnya lautan memerlukan jeda waktu yang berbeda dnegan daratan. Kalau di daratan lebih cepat terasa panas, kalau di laut butuh 1-2 bulan untuk memanasi perairannya," kata Adi.

Ini merupakan sifat alami air yang menerima dan menyimpan panas lebih lama dan lebih lambat dibanding daratan.

"Ini juga yang menjelaskan, kenapa Oktober dan November di daratan panas, tapi laut sekitar Jawa masih dingin. Karena masih butuh jeda waktu untuk membuat laut segera hangat atau panas," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau