KOMPAS.com - Tidak ada orang yang mau mengidap penyakit kanker, meskipun kanker yang angka sembuhnya terbilang tinggi seperti kanker Limfoma Hodgkin (LH) sekalipun.
Namun, menjadi seorang penderita kanker LH ternyata tidak menyurutkan semangat seorang gadis asal Pekanbaru, Provinsi Riau, Intan Khasanah. Bahkan dalam keadaan sedang melawan kanker LH pun, Intan tetap bisa berprestasi dengan meraih predikat cumlaude di Jurusan Komunikasi Universitas Indonesia.
Dalam sebuah acara bertajuk Harapan Baru Bagi Pasien Kanker Limfoma Hodgkin dengan Terapi Inovatif di Raflles Hotel Jakarta, Rabu (13/11/2019), Intan menceritakan kisahnya berjuang melawan LH sejak tahun 2012, saat masih duduk di kelas dua Sekolah Menengah Atas (SMA).
“Perjalanan penyakit saya berawal dari tahun 2012, bermula dari sakit demam tinggi dan muncul benjolan kecil di leher,” kata Intan.
Baca juga: Kisah Rika Marwadi Berani Bangkit dan Hadapi Kanker Payudara
Kedua orang tua Intan lantas membawanya ke salah satu rumah sakit swasta di kotanya, dan dia didiagnosis menderita tuberkolosis (TBC).
Selama delapan bulan lamanya, Intan mengonsumsi obat untuk penyakit TBC, tetapi kondisinya semakin memburuk.
“Benjolan di leher membesar dan sesak di dada, terasa mudah sekali lemas meski jalannya cuma sedikit atau enggak jauh, kelelahan ekstrem,” ujar dia.
Melihat kondisinya, kedua orang tua Intan kembali meminta rujukan ke rumah sakit di Jakarta, yaitu RS Persahabatan, pada tahun 2013 .
Intan menjalani pengangkatan benjolan di leher dan kembali melakukan pengecekan. Rupanya ada cairan di paru-parunya.
Baca juga: Gizi Penderita Kanker Harus Terpenuhi, Seberapa Banyak Takarannya?
“Setelah dilakukan pengangkatan benjolan di leher dan juga pas di cek lagi ada cairan di paru-paru saya, kemudian diagnosis saya akhirnya ditegakkan bahwa saya terkena kanker limfoma Hodgkin stadium empat dan bukanlah sakit TBC,” ceritanya.
Tindakan utama yang harus dilakukan dokter kepada Intan pada saat itu adalah kemoterapi, namun orangtua Intan mengkhawatirkan hal-hal yang akan dialami Intan setelah kemoterapi.
“Saya, 10 hari di ICU. Dokter bilang harus kemo (kemoterapi). Kalau aku tidak ada pikiran apapun, tapi papaku belum setuju, meski mamaku setuju. Jadi dokter belum bisa mengambil tindakan," tuturnya.
Dia melanjutkan, tapi karena kondisi aku semakin memburuk juga, dokter bilang lagi ke papa, "Mau nunggu sampai kapan, apakah sampai kondisi Intan lebih buruk lagi?". Akhirnya, papa setuju dilakukan kemo.
Setelah melakukan beberapa kali proses kemoterapi, Intan menuturkan bahwa dirinya sempat kabur atau menghilang dari kunjungan ke rumah sakit tersebut karena ingin menikmati masa penerimaan mahasiswa baru tanpa efek samping dari kemoterapi.
Baca juga: Mitos atau Fakta, Plastik Panas dan Radiasi Ponsel Sebabkan Kanker?
Selain itu juga, Intan dan keluarganya mencari alternatif pengobatan lainnya, termasuk operasi transplantasi sel.