Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Leluhur Indonesia Terungkap, Memang Ada Moyang Pelaut dari China

Kompas.com - 06/11/2019, 07:05 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com — "Nenek moyangku seorang pelaut, gemar mengarung luas samudra, mengejar ombak tiada takut, menempuh badai sudah biasa".

Hampir semua, bila tidak semua, anak Indonesia kenal dengan lirik lagu ciptaan Saridjah Niung yang akrab disapa Ibu Soed tersebut. Namun, tahukah Anda bahwa lirik lagu tersebut memang benar adanya. Kita memang punya nenek moyang pelaut yang berasal dari China.

Hal ini diungkapkan oleh Dr Harry Widianto, arkeolog Balai Arkeologi Yogyakarta, dalam Talkshow Proyek DNA Leluhur Historia.id "Jejak Manusia Nusantara & Peninggalannya" yang diadakan di Museum Nasional, Jakarta, Selasa (5/11/2019).

Dalam acara ini, Harry menguraikan soal migrasi dan proses hunian manusia di nusantara. Dalam pembentukannya menjadi manusia Indonesia yang seperti saat ini, terdapat beberapa gelombang migrasi yang berkontribusi. Namun, semuanya berasal dari pohon evolusi yang sama.

Baca juga: Tak Ada Pribumi, 4 Gelombang Migrasi Jadikan Kita Manusia Indonesia

Homo erectus

Manusia pertama yang datang ke nusantara bukanlah manusia modern atau Homo sapiens seperti kita, melainkan Homo erectus. Sekitar 1,8 juta tahun yang lalu, Homo erectus menjadi manusia pertama yang bisa keluar dari Afrika.

Manusia dengan kepala panjang, dahi miring ke belakang, dan kepala yang terjatuh ke depan ini sangat gesit dan bisa beradaptasi dengan baik terhadap berbagai iklim.

Dituntun oleh kebutuhan mereka untuk mencari makanan, Homo erectus pun berjalan kaki ke berbagai tempat di dunia, dan sampai ke Pulau Jawa sekitar 1,5 juta tahun lalu dengan memanfaatkan jembatan darat.

Untuk diketahui, pada saat itu Bumi sedang mengalami zaman es. Meskipun Indonesia yang berada di daerah Khatulistiwa tidak pernah mengalami zaman es, penyusutan volume air laut karena adanya pembekuan terjadi secara global dan menurunkan permukaan air laut hingga 100 meter. Alhasil, Sumatera, Kalimantan, dan Jawa pada saat itu menjadi satu kesatuan yang disebut Paparan Sunda.

Homo erectus punah sekitar 100.000 tahun lalu di seluruh dunia. Tidak ada yang mengetahui alasan pastinya, tetapi ada beberapa dugaan, termasuk ketidakmampuannya menyesuaikan dengan keadaan lingkungan setempat.

Baca juga: Tak Ada Pribumi, Begini Tes DNA Tentukan Asal Usul Orang Indonesia

Ras Melanisid

Sementara itu, sekitar 150.000 tahun yang lalu Homo sapiens atau manusia bijak keluar dari Afrika dan menyebar ke lima benua menggantikan Homo erectus.

Manusia dengan muka yang lebih rata, gigi yang lebih kecil, dan bentuk tubuh yang lebih proposional ini sampai ke daerah Melanesia sekitar 70.000 tahun lalu. Mereka bergerak terus hingga sampai ke Halmahera dan Papua.

Mereka pun dikenal sebagai ras Melanisid yang memiliki rambut merah dan keriting, ciri yang masih dimiliki oleh masyarakat Papua dan Halmahera sekarang.

Ras Australomelanisid

Di saat yang sama (70.000-20.000 tahun lalu), hidup juga manusia awal Melanisia, seperti manusia Wajak di Trenggalek, Jawa Timur, manusia Niah di Serawak Malaysia, dan manusia Tabon di Filipina. Mereka menurunkan ras Australomelanisid setelah bercampur dengan orang-orang yang ada di Australia Tenggara dan Tasmania.

Ras Australomelanisid bertumbuh cukup besar hingga menyebar dan hidup di gua-gua di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, sepanjang Gunung Sewu, Jawa Barat, Jawa Timur, hingga Kalimantan sekitar 15.000-5.000 tahun yang lalu.

Sebagian kecil yang tersisa dari ras ini lantas bertemu dan bercampur dengan orang-orang Austronesia atau Mongoloid di Wallacea Selatan (selatan Sulawesi sampai Nusa Tenggara) menghasilkan keturunan yang sampai sekarang hidup di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau