KOMPAS.com - Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang dialami banyak orang, namun kerap diabaikan. Padahal jumlah penderita skizofrenia meningkat setiap tahunnya.
Faktor utama yang menjadi penyebabnya ialah ketidaktahuan ataupun ketidaksadaran seseorang yang menderita skizofrenia.
Dari latar belakang tersebut, siswa-siswi dari MAN 2 Kota Malang menciptakan sebuah aplikasi yang dapat melakukan identifikasi secara langsung terhadap kemungkinan skizofrenia.
Baca juga: Mengenal Bipolar, Gejala dan Bedanya dengan Skizofrenia
Aplikasi yang dibuat oleh Rizka Fajriana Putri Ramadhani, Rahmah Nur Diana, dan Fathor Rahman ini menggunakan kotak perhitungan dengan tujuan melakukan deteksi dini terhadap skizofrenia.
"Ya kadang orang-orang itu suka gak tahu gitu ya kalau mereka menderita penyakit mental, bahkan angkanya mencapai 21 juta (penderita) di seluruh dunia. Nah, di sini kita membuat diagnosis skizofrenia itu," kata Rizka dalam acara Indonesia Science Expo 2019, Rabu (23/10/2019).
Diagnosis yang dipikirkan oleh remaja mereka yaitu, skizofrenia disebabkan oleh adanya gangguan pada otak saat seseorang sedang dalam kandungan.
Deteksi dini, kata Rizka, sangat jarang dilakukan karena selama ini deteksi terhadap penderita skizofrenia dilakukan dengan cara interview atau wawancara oleh petugas kesehatan yang berwajib.
Tetapi sistem yang deteksi yang seperti itu akan memakan waktu, juga butuh dana yang lebih.
"Nah jadi di sini kita membuat alternatif yang menggunakan fingerprint, supaya bisa mendeteksi apakah seseorang menderita punya darah skizofrenia atau tidak," tuturnya.
Baca juga: Skizofrenia Tak Berarti Vonis Pasungan, Terlantar di Jalanan, atau Hilang dalam Keberadaan
Dijelaskan oleh Rizka, bahwa semua berawal gangguan otak yang terjadi saat seseorang sedang dalam kandungan. Perkembangan otak pada masa kehamilan terjadi bersamaan dengan pembentukan dari pembuatan pola finger print atau sidik jari.
"Nah, diasumsikan ketika terjadi perkembangan otak yang tidak sempurna karena dari berbagai sumber akan berpengaruh ke sidik jari. Jadi bisa dibedakan itu sidik jari orang yang normal dan sidik jari orang yang menderita skizofrenia," ucap dia.
Aplikasi bernama MAOS APP itu dipublikasikan dalam ajang International Exhibition Young Inventor 2019 yang digelar di ICE BSD. Ada pula beberapa publikasi dari 10 negara lainnya.
Dalam merancang aplikasi ini, Rizka dan tim mengambil sampel dari 1.000 orang secara acak. Mereka bekerja sama dengan rumah sakit daerah Malang untuk melakukan identifikasi terhadap sidik jari dan kaitannya dengan penyakit skizofrenia.
"Sebenarnya sudah dibuktikan bahwa ini memang benar-benar berbeda. Meski sebelumnya di luar (negeri) ada penelitian tentang ini tapi masih belum spesifik dan juga masih inkonsisten," kata dia.
Baca juga: Studi: Kualitas Sperma Ayah Bisa Picu Gangguan Mental Skizofrenia
Dari hasil sampel tersebut didapatkan bahwa sidik jari antara orang skizofrenia dan tidak skizofrenia benar-benar berbeda. Terbukti perbedaan itu sangat signifikan, mencapai 95-99 persen.
Dijelaskan Rizka, perbedaan yang terjadi yaitu pada orang yang menderita skizofrenia maka hasil sidik jarinya tidak utuh atau lurus. Melainkan ada tebalan yang memisah ruas-ruas pola sidik jari tersebut.
Mereka berharap, MAOS APP dapat dikembangkan untuk kepentingan masyarakat dalam mendeteksi skizofrenia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.