Aru merekomendasikan pemeriksaan colok dubur untuk mendeteksi dini kanker prostat. Pemeriksaan ini harus dilakukan oleh semua pria yang berusia 55 tahun ke atas, dan mulai dari usia 50 tahun bila memiliki faktor risiko kanker prostat.
Baca juga: Produk Tembakau Tanpa Asap Percepat Kematian Pasien Kanker Prostat
Selain colok dubur, kanker prostat juga bisa dideteksi melalui tes PSA. Namun, tes PSA tidak dianjurkan untuk dilakukan tanpa colok dubur karena tingginya PSA tidak selalu dikarenakan oleh kanker prostat dan interpretasi yang tidak tepat oleh orang yang bukan ahli bisa menimbulkan kepanikan.
Jika diduga mengalami kanker prostat, dokter bisa menyarankan diagnosis lebih lanjut melalui ultrasonografi, biopsi prostat dan tes PCA3 yang merupakan penanda genetik lain terkait kanker prostat.
Pengobatan untuk kanker prostat meliputi terapi lokal, operasi, radiasi lokal dan terapi hormonal.
Terapi hormonal ini merupakan kebiri kimia di mana hormon androgen pria ditekan. Dengan demikian, kanker prostat bisa dihentikan penyebarannya.
Aru berkata bahwa obat hormonal diminum oleh pasien kanker hingga tidak mempan lagi atau penyakit menjadi resisten. Setelahnya, baru pasien kemudian dikemoterapi.
Namun, bila penyakit sudah menyebar, maka kemoterapi bersifat paliatif atau hanya bertujuan mengurangi penderitaan pasien, bukan penyembuhan.
Kanker prostat adalah yang penyakit yang paling sering menyebabkan nyeri luar biasa pada pria selain kanker pankreas.
Oleh karena itu, perawatan paliatif yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit pasien dan memperlambat penyebaran kanker terhadap penderita kanker prostat menjadi sangat penting untuk dilakukan bersamaan dengan terapi lainnya, seperti kemoterapi dan radiasi.
Perawatan paliatif mencakup perawatan fisik, emosional, psikologis, sosial dan bahkan spiritual.
Saat ini, perawatan paliatif untuk di rumah telah menjadi program Yayasan Kanker Indonesia. Munculnya program ini didasari atas keprihatinan Aru melihat ketakutan pasien dan keluarga pasien untuk kembali ke rumah setelah menjalani terapi di rumah sakit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.