Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serba-serbi Kanker Prostat, dari Faktor Risiko, Gejala hingga Deteksi Dininya

Kompas.com - 27/09/2019, 17:33 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com - Menurut data Globocan 2018, jumlah kasus baru penyakit kanker prostat di Indonesia pada tahun lalu mencapai 11.361 kasus, sementara angka kematian akibat penyakit ini 5.007 pasien.

Hal ini menunjukkan bahwa hingga saat ini, kanker prostat masih menjadi penyakit yang sering terlambat dideteksi, meskipun perkembanganya butuh waktu panjang dan metode deteksi dininya tergolong murah.

Dalam rangka Prostate Cancer Awareness Month yang jatuh pada bulan September 2019, Yayasan Kanker Indonesia dan Johnson & Johnson mengangkat pentingnya deteksi dini kanker prostat melalui gerakan Fight for Your Man yang mengajak keluarga Indonesia berjuag melawan kanker prostat dengan melakukan deteksi dini.

Baca juga: Arswendo Atmowiloto Meninggal, Kenali 5 Faktor Risiko Kanker Prostat

Dalam diskusi media bertajuk "Fight For Your Man: Pentingnya Deteksi Dini Kanker Prostat", Selasa (24/9/2019) di Yayasan Kanker Indonesia, Jakarta; Prof. Dr. dr. Aru Sudoyo, SpPD, KHOM, FINASIM, FACP selaku Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia menjelaskan serba-serbi penyakit ini.

Dia berkata bahwa kanker prostat terjadi ketika sel prostat mengalami mutasi dan berkembang di luar kendali.

Prostat sendiri merupakan bagian dari sistem reproduksi pria yang berada di bawah kandung kemih.

Faktor Risiko

Kanker prostat pada umumnya jarang terjadi pada pria di bawah 50 tahun. Namun, penyakit ini meningkat tajam pada usia 60 tahun dan pada kelompok usia 70 tahun ke atas, terdeteksi pada satu di antara 11 pria.

Selain usia, faktor risiko dari kanker prostat adalah ras kulit hitam, ada kanker prostat dalam riwayat keluarga, polimorfisme atau variasi struktur genetik, obesitas, pola makan yang berlemak tinggi dan berserat rendah, gaya hidup tidak sehat, merokok dan kekurangan vitamin D.

Baca juga: Arswendo Atmowiloto Meninggal, 5 Fakta Terkait Kanker Prostat

Gejala

Pada stadium dini, penyakit ini pada umumnya tidak bergejala.

Namun, kanker prostat bisa menimbulkan kesulitan buang air besar, hilangnya kontrol untuk urin, lebih sering buang air kecil, gangguan ereksi dan adanya darah pada urin.

Lalu ketika sudah bermetastasis, kanker prostat bisa menyebar ke kelenjar getah bening, serta tulang dan menyebabkan penderitaan hebat di area pinggul, punggung dan dada.

"Banyak pasien yang datang karena nyeri tulang, tetapi pas diperiksa ternyata dari prostat yang menyebar," ujar Aru.

Deteksi dini

Jika bisa dideteksi dini, tingkat keselamatan dari kanker prostat lima tahun sejak didiagnosis berada di atas 99 persen. Artinya, hanya satu persen pasien yang meninggal.

Akan tetapi bila baru dideteksi pada stadium lanjut, maka tingkat keselamatannya turun drastis menjadi 25 persen.

Untungnya, deteksi dini kanker prostat tidak sulit dan tergolong murah. Lalu, perkembangannya sangat lama, membutuhkan waktu 20 tahun untuk memunculkan gejala dan 3-15 tahun untuk menjadi kanker laten.

Aru merekomendasikan pemeriksaan colok dubur untuk mendeteksi dini kanker prostat. Pemeriksaan ini harus dilakukan oleh semua pria yang berusia 55 tahun ke atas, dan mulai dari usia 50 tahun bila memiliki faktor risiko kanker prostat.

Baca juga: Produk Tembakau Tanpa Asap Percepat Kematian Pasien Kanker Prostat

Selain colok dubur, kanker prostat juga bisa dideteksi melalui tes PSA. Namun, tes PSA tidak dianjurkan untuk dilakukan tanpa colok dubur karena tingginya PSA tidak selalu dikarenakan oleh kanker prostat dan interpretasi yang tidak tepat oleh orang yang bukan ahli bisa menimbulkan kepanikan.

Jika diduga mengalami kanker prostat, dokter bisa menyarankan diagnosis lebih lanjut melalui ultrasonografi, biopsi prostat dan tes PCA3 yang merupakan penanda genetik lain terkait kanker prostat.

Pengobatan

Pengobatan untuk kanker prostat meliputi terapi lokal, operasi, radiasi lokal dan terapi hormonal.

Terapi hormonal ini merupakan kebiri kimia di mana hormon androgen pria ditekan. Dengan demikian, kanker prostat bisa dihentikan penyebarannya.

Aru berkata bahwa obat hormonal diminum oleh pasien kanker hingga tidak mempan lagi atau penyakit menjadi resisten. Setelahnya, baru pasien kemudian dikemoterapi.

Namun, bila penyakit sudah menyebar, maka kemoterapi bersifat paliatif atau hanya bertujuan mengurangi penderitaan pasien, bukan penyembuhan.

Perawatan paliatif

Kanker prostat adalah yang penyakit yang paling sering menyebabkan nyeri luar biasa pada pria selain kanker pankreas.

Oleh karena itu, perawatan paliatif yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit pasien dan memperlambat penyebaran kanker terhadap penderita kanker prostat menjadi sangat penting untuk dilakukan bersamaan dengan terapi lainnya, seperti kemoterapi dan radiasi.

Perawatan paliatif mencakup perawatan fisik, emosional, psikologis, sosial dan bahkan spiritual.

Saat ini, perawatan paliatif untuk di rumah telah menjadi program Yayasan Kanker Indonesia. Munculnya program ini didasari atas keprihatinan Aru melihat ketakutan pasien dan keluarga pasien untuk kembali ke rumah setelah menjalani terapi di rumah sakit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com