Namun, sekelompok dokter dari Turki telah berhasil melakukan studi efek jangka panjang terhadap 93 orang yang lebih sering terpapar gas air mata daripada orang normal.
Dipublikasikan dalam The Scientific World Journal pada 2014, tim peneliti mengikuti 93 subyek dari latar belakang yang beragam, mulai dari karyawan, guru, siswa, jurnalis dan aktivis poltik, yang lebih sering terpapar gas air mata daripada orang normal.
Mereka lantas membandingkannya dengan 55 orang yang memiliki riwayat kesehatan serupa dan latar belakang beragam, tetapi tidak pernah terpapar gas air mata.
Baca juga: Demonstran, Ini Penanganan Pertama Jika Terkena Gas Air Mata
Para partisipan diminta untuk mengisi kuesioner tentang jumlah paparan yang mereka alami selama dua tahun terakhir, tipe gas air mata, jarak dari sumber gas air mata dan riwayat penanganan usai terpapar gas air mata.
Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok yang lebih banyak terpapar gas air mata lebih sering mengalami batuk berdahak selama lebih dari tiga bulan.
Mereka juga 2-2,5 kali lipat lebih sering mengalami sesak di dada, dispnea atau sesak napas, batuk pagi hari saat musim dingin dan dahak.
Partisipan yang lebih sering terpapar gas air mata daripada orang normal juga melaporkan kejadian yang lebih sering untuk hidung berair, mata berair dan dermatitis daripada kelompok yang tidak terpapar, meskipun perbedaan kedua kelompok tidak terlalu signifikan.
Para peneliti pun mengonklusikan paparan gas air mata berulang yang berlebihan atau lebih sering daripada umumnya dapat meningkatkan keluhan pernapasan dan meningkatkan risiko terkena bronkitis kronis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.