KOMPAS.com - Indonesia menghasilkan sembilan juta ton sampah setiap tahun, dan angkanya terus meningkat.
Dari total keseluruhan sampah tersebut, 14 persennya ialah sampah plastik. Inilah yang membuat Indonesia sebagai penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia. Dampak dari sampah plastik tersebut juga sudah dirasakan semua mahluk hidup.
Dalam upaya menanggulangi dampak sampah plastik di masa yang akan datang, banyak lembaga dan komunitas bahkan perusahaan yang sedang bergerak melakukan gerakan anti sampah plastik.
Seperti yang dilakukan oleh WWF-Indonesia dan bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk PT Sony Indonesia, untuk mendukung gerakan Plastic Free Ocean Network oleh WWF-Indonesia.
Baca juga: Perusahaan dan Pemerintah Juga Harus Ikut Perangi Sampah Plastik
Disampaikan oleh Partnership Director WWF-Indonesia, Ade Swargo Mulyo, gerakan Plastic Free Ocean Network tersebut dilakukan untuk mengurangi sampah plastik di dunia terutama Indonesia.
Kegiatan yang dilakukan yaitu kampanye secara meluas mengenai bagaimana pengaruhnya sampah plastik tersebut terhadap kehidupan dan kesehatan sehari-hari masyarakat.
"Karena itu menjadi salah satu isu global yang memang harus ditangani bersama. Kita enggak bisa masing-masing negara itu punya inisiatif, tapi memang harus ada koordinasi global. PR yang sangat utama juga bagaimana menjalankan koordinasi tentang dampak sampah plastik ini, baik dari supplier (penjual) maupun dari sisi demand (kebutuhan)," kata Ade di Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Baca juga: Menimbang Sampah Plastik yang Ditimbulkan dari Minuman Kekinian
Maka dari itu, WWF-Indonesia mengajak dan mendorong perusahaan ataupun produsen produk agar beralih untuk menyediakan barang tanpa menggunakan plastik. Dengan begitu, masyarakat sebagai konsumen akan beradaptasi dan terbiasa juga dengan perilaku tanpa plastik tersebut.
Selain itu juga bagaimana perusahaan-perusahaan itu mencari cara mendaur ulang limbah produk mereka.
Persoalan awal yang sering terjadi ialah bagaimana perusahaan atau produsen mau mengambil rrsiko secara konsisten perilaku tanpa plastik dengan pendekatan bisnisnya.
Selain pendekatan bisnis perusahaan atau produsen dengan sistem sirkulasi ekonomi, masalahnya utaman dakui Ade terletak pada siapa atau perusahaan mana yang mau memulai lebih dahulu.
"Yang namanya perusahaan kan energi ekonomi. Jadi kalau satu ngikut yang lain ikut gitu," ujarnya.
Baca juga: Di Kedalaman 11 Km, Penjelajah Dasar Laut Temukan Sampah Milik Manusia
Untuk saat ini sudah ada beberapa produsen yang memulai lebih dahulu mengganti pola untuk tidak menggunakan plastik, dan berganti kepada produk berbahan daur ulang.
"Nah, kalau barang yang dibeli aja sudah non-sampah kan masyarakat bakal terbiasa juga untuk tidak pakai sampah plastik," katanya.
Perihal regulasi, lanjut Ade, mendorong regulasi mengenai hal ini memang dianggap penting. Regulasi harus dibuat untuk tidak menjerat produsen yang mau membantu menciptakan Indonesia tanpa sampah plastik ini terwujud.