KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan TNI menggalakkan pembuatan hujan buatan untuk mengurangi titik panas di Riau dan Kalimantan.
Kepala Bidang Layanan Informasi Cuaca BMKG Ana Oktavia Setiowati mengatakan, pihaknya terus memantau pertumbuhan awan di lokasi kebakaran hutan.
"Sehingga begitu (menemukan) ada potensi (awan) untuk disemai, maka TNI akan langsung menyebarkan garam dengan rekomendasi dari BMKG," jelas Ana dihubungi Kompas.com, Selasa (17/9/2019).
Dalam pemberitaan sebelumnya, dijelaskan bahwa hujan buatan dapat efektif mengurangi kebakaran jika kelembapan udaranya di level 700 hPa atau lebih dari 75 persen.
Baca juga: Viral Gambar Peta Indonesia di Twitter, Ini Kata BMKG Soal Karhutla
Ana menjelaskan, meski Indonesia masih musim kemarau dan kecil kemungkinan hujan, secara lokal ada awan-awn yang bisa disemai untuk dijadikan hujan buatan.
"Awan-awan yang berpotensi (hujan) inilah yang dimonitor oleh BMKG," terang Ana.
"Secara umum memang kemarau, tapi secara lokal kita (BMKG) terus memantau dan memberikan informasi. Jadi begitu ada potensi, lansung disampaikan, sehingga langsung dilakukan teknologi modifikasi buatan atau hujan buatan oleh BPPT," jelas dia.
Ana menjelaskan, kategori awan yang bisa disemai dilihat dari kandungan uap air di atmosfer dan potensi pertumbuhan awannya.
Ketika BMKG sudah mendapat informasi tentang awan yang berpotensi disemai, pihaknya akan segera melaporkan ke BPPT untuk tindak lanjut.
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan, Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) BPPT sudah membuat hujan buatan sejak Februari lalu untuk memadamkan titik api akibat kebakaran hutan dan lahan.
"Untuk di Riau, kita sudah mulai (buat hujan buatan) sejak 26 Februari sampai 20 April 2019. Kemudian dilanjutkan dari 22 Mei sampai sekarang. Total sudah 131 (hujan buatan) yang kita laksanakan," kata Hammam dihubungi Kompas.com, Selasa (17/9/2019).
Hammam menjelaskan, penyemaian awan bisa dilakukan apabila ditemukan kadar potensi terjadi hujan sebesar 70 persen.
"Kalau awan yang kadarnya di bawah 70 persen, masih bisa dilakukan. Tetapi yang paling efektif di atas 70 persen," jelasnya.
Awan-awan berpotensi disemai tersebut didapat dari data satelit atau data pertumbuhan awan hujan dari BMKG.
"Ketika sudah dapat (awan yang berpotensi disemai), kita menerbangkan pesawat yang membawa garam atau NaCL (Natrium klorida). Nah pesawat masuk ke awan, dan disebar di awan yang sudah diidentifiksi bisa hujan," terang Hammam.
Proses "menaburi" awan dengan garam inilah yang disebut penyemaian awan, tujuannya untuk membuat awan "matang" sehingga bisa menurunkan hujan.
Hammam menuturkan, proses penyemaian ini harus dilakukan berkali-kali dengan jumlah garam yang cukup banyak agar bisa memadamkan titik panas.
Baca juga: Karhutla di Riau dan Kalimantan Berbeda dengan Amazon, Apa Bedanya?
Selama periode pembuatan hujan buatan sejak Februari hingga hari ini di Riau, Hammam menuturkan pihaknya sudah menggunakan hampir 100 ton garam untuk melakukan penyemaian.
"Jam terbangnya pesawat untuk menyemai (sejak 26 Februari sampai 12 September) sudah 255 jam dengan menggunakan 100 ton garam untuk bahan semai. Dari semua itu, kita menghitung sudah (menghasilkan air) sekitar 735 juta meter kubik," terang Hammam.
Baik BPPT dan BMKG sepakat, pihaknya akan terus berkolaborasi untuk membuat hujan buatan hingga titik-titik api di kawasan yang terbakar padam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.