Eksaserbasi penyakit paru obstruktif
Asap yang terhirup oleh penderita asma menyebabkan inflamasi dan konstruksi jalan napas. Penyakit asma dan paru obstruktif kronik (PPOK) meningkat akibat asap kebakaran.
Peningkatan penyakit asma mencapai 19 persen, dan peningkatan kunjungan pasien asma dan PPOK ke instalasi gawat darurat sebesar 30-40 persen.
Peningkatan rawat inap
Terjadi peningkatan perawatan di rumah sakit, umumnya terkait paru, pernapasan dan jantung. Penelitian sebelumnya oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) melaporkan bahwa terjadi peningkatan perawatan karena pernapasan sebanyak 11-18 persen setiap ada peningkatan PM 10 sebesar 30 µgram/m3.
Risiko kematian
Kematian karena menghirup asap kebakaran hutan tanpa luka jarang terjadi, sekitar kurang dari 10 persen, namun peningkatannya 3 persen pada kenaikan PM 10 sebesar 30 µgram/m3.
Selain penurunan fungsi paru, efek menghirup asap kebakaran hutan dapat meningkatkan hipereaktivitas saluran napas pada jangka panjang.
Pasalnya, terdapat bahan karsinogen pada asap kebakaran hutan, contohnya polisiklik aromatic hidrokarbon (PAH); meski belum ada laporan terjadinya kanker akibat asap kebakaran hutan ini.
Efek dalam jangka panjang akibat karbon monoksida (CO) konsentrasi rendah akan mengakibatkan gejala yang menetap, berupa sakit kepala, mual, depresi, gangguan neurologis dan perburukan dengan gejala jantung koroner.
Data di atas dilansir dari buku yang diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), tentang Pencegahan dan Penanganan Dampak Kesehatan Akibat Asap Kabaran Hutan, tahun 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.