Hanya dalam waktu 24 jam, 130 meter material diendapkan. Ini termasuk paling tinggi dalam catatan geologis.
Tingkat akumulasi yang sangat tinggi menandakan, batuan mencatat apa yang terjadi di lingkungan dan di sekitar kawah pada menit dan jam setelah tabrakan asteroid.
Hal ini juga memberi petunjuk tentang efek dari serangan asteroid.
Penelitian ini merinci bagaimana ledakan dari dampak itu menyulut pohon dan tanaman yang membentang ribuan mil jauhnya dan memicu tsunami besar yang mencapai daratan seperti Illinois (lebih dari 500 mil).
Di dalam kawah, selain arang juga ditemukan biomarker kimia yang terkait dengan jamur tanah di dalam atau tepat di atas lapisan pasir yang menunjukkan tanda-tanda diendapkan oleh air yang kembali masuk. Ini menunjukkan bahwa lanskap hangus dibanjiri oleh tsunami, kemudian ditarik ke dalam kawah ketika air surut.
Jay Melosh, seorang profesor di Universitas Purdue dan pakar dampak kawah mengatakan, dengan menemukan dampak dari kebakaran akan membantu para ahli memahami dampak asteroid yang sebenarnya.
"Ini merupakan hal penting dalam sejarah kehidupan. Dan fenomena ini didokumentasikan dengan sangat jelas, termasuk bagaimana kejadian sebenarnya," ujar Melosh yang tidak terlibat dalam penelitian.
Salah satu temuan paling penting dari riset ini adalah minimnya sulfur dalam sampel inti. Daerah di sekitar kawah tumbukan dipenuhi batuan kaya belerang, tapi tidak ada belerang di intinya.
Oleh sebab itu, temuan ini mendukung teori bahwa dampak asteroid menguapkan mineral yang mengandung belerang yang ada di lokasi terdampak dan melepaskannya ke atmosfer. Saat hal itu terjadi, Matahari tidak bisa menembus Bumi dan muncullah pendinginan global.
Baca juga: Rahasia Alam Semesta: Perbedaan Asteroid, Komet, dan Meteor
Para peneliti memperkirakan, ada sekitar 325 miliar metrik ton sulfur dilepaskan ke atmosfer. Angka ini sekitar empat kali jumlah yang dikeluarkan erupsi Krakatau pada 1883, saat itu bencana ini mendinginkan suhu Bumi dengan rata-rata 1 Celsius selama lima tahun.
Dampak asteroid menciptakan kehancuran massal di daerah sekitar tabrakan, tapi perubahan iklim global inilah yang menyebabkan kepunahan massal, membunuh dinosaurus dan sebagian besar kehidupan lain di Bumi.
"Pembunuh sesungguhnya adalah atmosfer," kata Profesor Gulick.
"Satu-satunya cara ada kepuahan massal global seperti ini merupakan efek atmosfer," tutup Gulick.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.