Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepunahan Dinosaurus Dipicu Asteroid Berkekuatan 10 Miliar Bom Atom

Kompas.com - 10/09/2019, 17:32 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - 66 juta tahun lalu, reptil raksasa dan berbagai jenis dinosaurus menguasai Bumi.

Ada raksasa herbivora dengan panjang 40 meter berjalan di darat, laut dipenuhi monster leviatan bertaring, dan langit dinavigasi oleh burung raksasa yang ukurannya jauh lebih besar dari burung manapun yang pernah kita lihat.

Jejak sejarah mencatat, kehidupan yang berjaya selama 180 juta tahun itu hancur lebur karena hantaman asteroid di semenanjung Yucatan di Meksiko.

Para ilmuwan berteori, kekuatan asteroid itu setara dengan 10 miliar bom atom yang digunakan dalam Perang Dunia II.

Baca juga: 3 Asteroid Melintasi Bumi Hari Ini, Terdekat Sepanjang Sejarah

Saat itu juga, ribuan mil bumi hangus terbakar, tsunami menjulang tinggi menelan daratan, dan ledakan belerang menutupi atmosfer hingga menghalangi sinar matahari.

Ketika Bumi gelap karena tak ada sinar matahari, pendinginan global berlangsung selama beberapa waktu, puncak bencana yang menghancurkan era dinosaurus.

Namun, apakah skenario yang dibuat sebagian besar ilmuwan di masa lalu itu benar terjadi?

Banyak ilmuwan modern yang mencoba membuktikan teori tersebut.

Salah satu yang sedang ramai dibicarakan saat ini adalah hasil riset ilmuwan University of Texas di Austin. Mereka berhasil mengkonfirmasi teori tersebut dengan sampel batuan pertama yang mengisi kawah hasil tabrakan asteroid, 24 jam setelah benda langit mengantam Bumi.

Diberitakan The Independent, Senin (9/9/2019), sampel kawah inti positif mengandung arang dan tumpukan batu yang dibawa saat arus balik tsunami. Namun belerang tidak ada.

Sampel yang diambil ini memberi bukti paling detail dari bencana maha dahsyat yang melenyapkan 75 persen kehidupan Bumi di masa lalu.

Sean Gulick, profesor peneliti dari University of Texas Institute for Geophysics (UTIG) mengatakan, studi ini memberi bukti dari lokasi yang menjadi saksi kehancuran Bumi di masa lalu.

Sabtu, (10/8/2019), Asteroid 2006 QQ23 yang ukurannya 4 kali lipat lebih besar dari Monas akan terbang melintasi Bumi, tapi ini bukan ancaman untuk kita. Sabtu, (10/8/2019), Asteroid 2006 QQ23 yang ukurannya 4 kali lipat lebih besar dari Monas akan terbang melintasi Bumi, tapi ini bukan ancaman untuk kita.

"Asteroid itu membakar kemudian membekukan Bumi. Tidak semua dinosaurus mati saat itu juga, tapi banyak dinosaurus mati," ujar dia.

Studi yang terbit di jurnal Prosiding National Academy of Sciences ini menindaklanjuti riset Jackson School of Geoscience tentang bagaimana kawah terbentuk dan bagaimana kehidupan dengan cepat pulih di lokasi terdampak.

Dalam beberapa jam, kawah bekas tabrakan asteroid diisi sisa-sisa tabrakan asteroid dan air laut yang mengalir kembali ke dalam kawah dari Teluk Meksiko di sekitarnya.

Hanya dalam waktu 24 jam, 130 meter material diendapkan. Ini termasuk paling tinggi dalam catatan geologis.

Tingkat akumulasi yang sangat tinggi menandakan, batuan mencatat apa yang terjadi di lingkungan dan di sekitar kawah pada menit dan jam setelah tabrakan asteroid.

Hal ini juga memberi petunjuk tentang efek dari serangan asteroid.

Penelitian ini merinci bagaimana ledakan dari dampak itu menyulut pohon dan tanaman yang membentang ribuan mil jauhnya dan memicu tsunami besar yang mencapai daratan seperti Illinois (lebih dari 500 mil).

Di dalam kawah, selain arang juga ditemukan biomarker kimia yang terkait dengan jamur tanah di dalam atau tepat di atas lapisan pasir yang menunjukkan tanda-tanda diendapkan oleh air yang kembali masuk. Ini menunjukkan bahwa lanskap hangus dibanjiri oleh tsunami, kemudian ditarik ke dalam kawah ketika air surut.

Jay Melosh, seorang profesor di Universitas Purdue dan pakar dampak kawah mengatakan, dengan menemukan dampak dari kebakaran akan membantu para ahli memahami dampak asteroid yang sebenarnya.

"Ini merupakan hal penting dalam sejarah kehidupan. Dan fenomena ini didokumentasikan dengan sangat jelas, termasuk bagaimana kejadian sebenarnya," ujar Melosh yang tidak terlibat dalam penelitian.

Salah satu temuan paling penting dari riset ini adalah minimnya sulfur dalam sampel inti. Daerah di sekitar kawah tumbukan dipenuhi batuan kaya belerang, tapi tidak ada belerang di intinya.

Oleh sebab itu, temuan ini mendukung teori bahwa dampak asteroid menguapkan mineral yang mengandung belerang yang ada di lokasi terdampak dan melepaskannya ke atmosfer. Saat hal itu terjadi, Matahari tidak bisa menembus Bumi dan muncullah pendinginan global.

Baca juga: Rahasia Alam Semesta: Perbedaan Asteroid, Komet, dan Meteor

Para peneliti memperkirakan, ada sekitar 325 miliar metrik ton sulfur dilepaskan ke atmosfer. Angka ini sekitar empat kali jumlah yang dikeluarkan erupsi Krakatau pada 1883, saat itu bencana ini mendinginkan suhu Bumi dengan rata-rata 1 Celsius selama lima tahun.

Dampak asteroid menciptakan kehancuran massal di daerah sekitar tabrakan, tapi perubahan iklim global inilah yang menyebabkan kepunahan massal, membunuh dinosaurus dan sebagian besar kehidupan lain di Bumi.

"Pembunuh sesungguhnya adalah atmosfer," kata Profesor Gulick.

"Satu-satunya cara ada kepuahan massal global seperti ini merupakan efek atmosfer," tutup Gulick.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau