Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aulia Kesuma Bunuh Suami-Anak Terinspirasi Sinetron, Psikolog Minta KPI Tegas

Kompas.com - 04/09/2019, 12:32 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Tersangka pembunuhan ayah dan anak, Aulia Kesuma (AK) mengaku mendapat inspirasi aksi kejinya dari tayangan sinetron yang sering dia tonton.

AK menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh suaminya Edi Chandra Purnama alias Pupung. Selain pembunuhan, AK juga menjadi otak pembakaran jasad suami dan anak tirinya di dalam mobil.

Dilansir Kompas TV, AK mengaku awalnya tidak berencana membakar mayat suami dan anak tirinya. Namun, karena panik dan terlalu banyak menonton sinetron, hingga pada akhirnya Aulia tak menyangka mobil akan meledak.

Awalnya, Aulia hanya berniat untuk menghidupkan api kecil di mobil dan mendorong mobil berisikan mayat suami dan anak tirinya ke jurang.

Baca juga: Istri Sewa Pembunuh Bayaran untuk Bunuh Suami dan Anak, Ini Kata Psikolog

Pengakuan AK melakukan aksinya karena terinspirasi dari sinetron tentu saja menimbulkan banyak tanggapan dari warganet.

Banyak netizen yang meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk tegas dan segera bertindak meloloskan tayangan yang benar menghibur dan mengedukasi, bukan tayangan yang menggambarkan kekerasan.

Selain itu, ada juga netizen yang menganggap sinetron mirip dengan film porno yang memicu orang melakukan pemerkosaan.

Namun, bagaimana tayangan-tayangan fiktif dapat memicu manusia melakukan hal serupa di dunia nyata?

Kenapa sinetron bisa memicu kekerasan?

Menanggapi hal ini Kompas.com menghubungi Hening Widyastuti, psikolog asal Solo.

Hening berkata, sinetron dan tayangan di televisi awalnya bertujuan unuk menghibur pemirsa.

Seiring waktu, makin banyak industri pertelevisian dan rumah produksi yang memproduksi sinetron-sinetron.

Sayangnya, sinetron yang edukatif jumlahnya jauh lebih sedikit dibanding sinetron yang kualitasnya kurang mendidik.

"Justru lebih cenderung banyak unsur percintaan, kasmaran, keruwetan rumah tangga, percekcokkan, pembunuhan. Semua ini yang pasti banyak unsur kekerasan, baik verbal maupun fisik," kata Hening kepada Kompas.com, Rabu (4/9/2019).

Hening mengatakan, jenis-jenis tayangan yang mengandung banyak kekerasan, baik verbal dan fisik, inilah yang menimbulkan dampak negatif ke sel saraf otak manusia.

"Episode demi episode dengan unsur kekerasan yang setiap hari kita lihat akan terekam di otak kita," terang Hening.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau