Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain Lidah Mertua, Pemprov DKI Punya 3 Ide Lain Atasi Polusi Udara

Kompas.com - 23/07/2019, 17:33 WIB
Gloria Setyvani Putri,
Mela Arnani

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Jakarta menjadi salah satu kota dengan kualitas udara buruk. Bahkan, pada Lebaran yang notabene ditinggalkan banyak perantau saja, masih terlihat udara Jakarta berpolusi.

Data AirVisual, situs penyedia peta polusi online harian kota-kota besar di seluruh dunia pada Selasa (25/6/2019) menunjukkan, Ibu Kota menduduki nomor wahid kota dengan tingkat polusi tertinggi.

Udara Jakarta pun masuk kategori sangat tidak sehat dengan Nilai Indeks Udara (AQI) sebesar 240.

Baca juga: Darurat Polusi Udara Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup Gagal Komunikasikan

Beberapa cara dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta guna menekan polusi udara ini. Berikut ulasannya:

1. Lidah mertua

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencanangkan penggunaan tanaman lidah mertua (Sansevieria trifasciata) sebagai salah satu cara mengatasi permasalahan polusi udara Jakarta.

Dikabarkan Antara, Jumat (19/7/2019), Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta mengklaim bahwa lidah mertua mampu mengurangi polusi udara di Jakarta.

Dalam studi National Aeronautics and Space Administration (NASA) pada 1998, diketahui bahwa lidah mertua terbukti bisa menghilangkan banyak racun di udara dalam ruangan.

Yang mesti digarisbawahi, NASA tak pernah menyampaikan bahwa tanaman lidah mertua merupakan pilihan terbaik untuk menyaring udara.

Riset NASA mengungkapkan, tanaman hias dapat membersihkan udara dalam bangunan dan menyerap gas yang berpotensi berbahaya.

Tanaman yang diteliti NASA tidak cuma lidah mertua, tetapi juga bambu dan sri rejeki (Aglaonema modestum).

Dalam riset itu, lidah mertua terbukti menyerap senyawa racun, tetapi caranya tak semudah ditaruh di ruangan. Lidah mertua ditaruh dalam pot berisi karbon aktif yang dilengkapi lampu untuk induksi stomata dan saluran untuk air buangan.

Cara kerja lidah mertua juga tak seperti yang dibayangkan. Karbon aktif menyerap bahan kimia berbahaya. Lantas, mikroba yang bersimbiosis dengan akar lidah mertua kemudian menyerap senyawa itu dan menggunakannya sebagai bahan dasar fotosintesis.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Ariyanu berkata, yang semestinya dilakukan pemerintah DKI adalah mengendalikan langsung sumber pencemarnya.

"Enggak salah sih pakai lidah mertua. Bahkan NASA juga ada risetnya yang mengungkap tanaman itu lebih optimal menyerap (polutan) di kondisi dalam ruangan. Tapi masa iya, solusinya hanya bagi-bagi lidah mertua. Bagaimana dengan cerobong-cerobong yang mengeluarkan asap, knalpot kendaraan yang hitam, sampah yang masih dibakar dan lainnya," kata Bondan kepada Kompas.com melalui pesan singkat, Senin (22/7/2019).

"Lagi-lagi bicara soal polusi udara harus dikendalikan sumber pencemarnya," tegas Bondan.

Untuk itu, Bondan menyarankan pemerintah agar mau turun langsung ke lapangan dan melakukan sosialisasi pada warga Jakarta tentang bahaya membakar sampah, atau ke kawasan industri untuk mengecek apakah emisinya melebihi baku mutu atau tidak.

"Beri tilang atau tindakan tegas pada kendaraan umum dan pribadi yang masih ngebul knalpotnya," ujar Bondan.

Baca juga: Dibilang Pemprov DKI Atasi Polusi, Faktanya Lidah Mertua Baru Ampuh Basmi Bau Amis

2. Hujan buatan

Cara lain yang akan ditempuh untuk mengatasi polusi udara Jakarta yakni hujan buatan.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akan membuat hujan buatan dengan teknologi modifikasi cuaca (TMC) yang direncanakan dilakukan pada pertengahan Bulan Juli.

"Gubernur DKI Jakarta sudah beri lampu hijau dan meminta agar TMC dilaksanakan paling cepat setelah tanggal 10 Juli dan paling lambat sebelum periode anak sekolah masuk pasca-libur," tutur Kepala BPPT Hammam Riza.

Meskipun begitu, Anies menuturkan jika TMC masih dalam pengkajian.

Hujan buatan ini didukung oleh TNI AU Skuadron 4 Lanud Abdurachman Saleh, Malang.

Terdapat beberapa opsi skenario, seperti menyemai awan dengan garam NaCL, menghilangkan lapisan inversi menggunakan dry ice, dan melakukan penyemprotan air dengan pesawat dari darat ke atmosfer.

Baca juga: Anies Sebut BPPT Offside Menyampaikan Rencana Hujan Buatan di Jakarta

Hujan buatan untuk atasi polusi udara juga pernah dicanangkan India, Korea Selatan, dan China. Namun, solusi tersebut tetap tidak bisa menyelesaikan persoalan polutan.

Hingga saat ini belum ada bukti kuat yang mengungkap gagasan ini berhasil.

Melansir Science Alert, (9/3/2019), hujan buatan mungkin dapat membersihkan udara dari partikel polusi, tapi sejauh mana dan seberapa efektif hal itu masih diselidiki para ilmuwan.

Bondan Ariyanu, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia berkata, gagasan hujan buatan yang direncanakan Pemprov DKI mungkin meniru Korea Selatan dan China.

"Yah... Namun tetap harus ada aksi nyata soal pengendalian sumber polutan," ungkap Bondan kepada Kompas.com, Selasa (23/7/2019).

3. Uji emisi

Pemprov DKI Jakarta mencanangkan adanya uji emisi kendaraan di tahun 2020.

Uji emisi ini diharapkan dapat meminimalisir polusi dan buruknya kualitas udara Jakarta, di mana kendaraan bermotor menyumbang dalam permasalahan ini.

Disebutkan, uji emisi berlaku untuk semua kendaraan, baik berpelat nomor asli Jakarta atau luar daerah.

Jika kendaraan tak lolos uji emisi, Pemprov DKI Jakarta dikabarkan akan menaikkan biaya parkir.

Kerjasama pemerintah dengan bengkel tentunya perlu dilakukan jika memang kebijakan ini direalisasikan.

Setidaknya, akan ada 933 bengkel yang kudu diajak bekerja sama.

Namun, dari total tersebut, hanya 150 bengkel yang baru dilengkapi alat uji emisi, sementara jumlah sepeda motor sebanyak 17 juta dan mobil sebanyak 3,5 juta.

Berimbas ke pendirian bengkel, izin usahanya diharuskan menyediakan alat uji emisi.

Tapi, pemilik bengkel merasa perlu ada penjelasan kriteria bengkel seperti apa yang harus mempunyai alat uji emisi ini.

Selain itu, besaran uang untuk pengadaan alat uji emisi ini juga harus menjadi titik perhatian yang mesti digagas pemerintah.

Pengamat Kebijakan Transportasi Azas Tigor Nainggolan juga menganggap kebijakan ini sudah terlambat.

Azas menuturkan, menghijaukan kota Jakarta dengan menanam kembali tumbuhan yang mampu menyedot polusi udara menjadi cara untuk meningkatkan kualitas udara Jakarta.

Baca juga: Wacana Uji Emisi di DKI, Bengkel Wajib Punya Alat hingga Dikritik karena Terlambat

4. Ganti transjakarta dengan bus listrik

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana mengganti seluruh bus transjakarta yang berbahan bakar gas (BBG) menjadi menggunakan bus listrik.

Untuk saat ini, pemprov baru menyediakan 10 bus listrik yang rencananya akan diuji coba pada Juni atau Juli 2019. Tiga di antaranya sudah dilakukan pra uji coba pada hari ini.

"Ini baru 3 pertama. Bulan-bulan awal insya Allah bisa sampai 10 (bus) nantinya. Sepuluh dulu kemudian sambil kita siapkan proyeksi untuk menggunakan semua bus TJ menggunakan listrik," kata Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (29/4/2019).

Meski demikian Anies belum memastikan target untuk penggantian semua bus tersebut. Ia menyebut, saat ini pihak TJ dalam upaya melalukan transisi.

Anies menambahkan, penggantian bus BBG ke bus listrik tersebut sebagai upaya mengurangi aktivitas kendaraan bermotor yang menghasilkan polusi bagi lingkungan. Ia berharap bahwa kualitas udara akan jadi lebih baik jika bus listrik dioperasikan.

Sumber: Kompas.com (Gloria Setyvani P/ Yunanto W/ Walda Marison/ Ryana Aryadita U)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau