KOMPAS.com - Tanaman lidah mertua (Sansevieria trifasciata) dipilih Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai solusi mengurangi polusi udara di Jakarta.
Diberitakan Antara Jumat (19/7/2019), Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta Darjamuni menerangkan, tanaman lidah mertua mampu menjadi anti-polutan sehingga membantu mengurangi polusi udara di ibu kota.
Namun benarkah gagasan tersebut?
Berkaitan dengan hal ini, National Aeronautics and Space Administration (NASA) memang pernah menerbitkan studi pada 1989 tentang tanaman lidah mertua.
Mereka menemukan, lidah mertua terbukti dapat menghilangkan banyak racun di udara dalam ruangan sehingga bisa menjadi solusi ramah lingkungan.
Namun perlu dicatat dan diketahui ada beberapa pengertian yang keliru.
Baca juga: Proyek Lidah Mertua Anies Demi Atasi Polusi Udara Panen Kritik
Benar bahwa peneliti NASA mempelajari efek tanaman hias pada kualitas udara.
Namun, NASA tidak pernah mengatakan tanaman ini adalah pilihan terbaik untuk menyaring udara.
Selain itu, riset NASA ini optimal menyerap polutan di kondisi dalam ruangan. Bukan ruang terbuka.
Para ilmuwan NASA menemukan bahwa tanaman hias dapat menyerap gas yang berpotensi berbahaya dan membersihkan udara di dalam bangunan.
Dengan kata lain, tanaman lidah mertua yang diletakkan di dalam ruangan secara alami membantu memerangi sick building syndrome.
Selain di dalam ruangan, NASA juga memanfaatkan lidah mertua menjadi obyek penelitian NASA untuk penyaring dan pembersih udara di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).
Fenomena sick building syndrome (SBS) muncul pada 1970-an di AS ketika Bumi kekurangan minyak bumi sehingga biaya pemanasan dan pendinginan ruangan sangat mahal.
Karena hal ini, para arsitek berupaya membuat bangunan yang bisa mengurangi biaya pemanasan dan pendinginan ruangan dengan memaksimalkan energi.
Hal ini melibatkan bangunan berstruktur kedap udara dengan bahan sintetis dan mengurangi pertukaran udara segar.