KOMPAS.com- Seberapa jauh Anda mengetahui berbagai hal soal antibiotik? Obat ini biasanya digunakan membantu tubuh melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Dalam penggunaannya, ada beberapa hal yang sebaiknya Anda ketahui. Apa saja?
Terkadang, sebagian orang merasa cemas saat mengalami demam setelah minum antibiotik. Demam ini ternyata menjadi dua pertanda.
Pertama, demam sesaat setelah minum antibotik merupakan hal wajar, sehingga jangan langsung menghentikan pengobatan yang sedang dijalani.
Dilansir dari MedinePlus, demam ini berarti bahwa tubuh tengah melawan bakteri yang menjadi penyebab infeksi.
Ketika tubuh mengalami demam, sistem imun sedang aktif. Dengan bantuan antibiotik ini, fungsi sistem imun tubuh bekerja lebih baik dalam membunuh bakteri, sehingga demam akan muncul.
Kedua, demam yang muncul setelah mengonsumsi antibiotik dicurigai sebagai gejala alergi.
Jika tubuh tak cocok dengan antibiotik tertentu, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter.
Demam karena minum antibiotik akan menghilang dengan sendirinya. Sebisa mungkin tetap minum antibiotik sesuai dosis yang dianjurkan dokter.
Apabila Anda menghentikan atau melewati dosis yang seharusnya, hal ini malah berpotensi mengalami resistensi bakteri dan berakibat infeksi kembali terulang.
Tapi, jika demam saat minum antibiotik tak kunjung hilang setelah 24 jam hingga 48 jam, perlu menjadi perhatian khusus dan sebaiknya segera periksa ke dokter.
Baca juga: Demam Setelah Minum Antibiotik, Apakah Berbahaya?
Demam yang muncul setelah mengonsumsi antibiotik disertai beberapa gejala seperti susah napas, gatal-gatal, dan pembengkakan harus diwaspadai.
Hal tersebut dapat digunakan sebagai pertanda bahwa tubuh mengalami alergi.
Segera konsultasi ke dokter jika Anda mengalami gejala-gejala di atas setelah minum antibiotik.
Tak semua penyakit memerlukan antibiotik. Antibiotik memang dapat membantu menyembuhkan penyakit yang disebabkan bakteri.
Lain halnya jika disebabkan oleh virus atau jamur.
Dalam tubuh seseorang terdapat kurang lebih 100 triliun bakteri, baik bakteri jahat dan bakteri baik.
Menurut Harry Parathon SpOG, ketika antibiotik terus dikonsumsi, bakteri akan beradaptasi dengan obat tersebut sehingga malah membahayakan tubuh.
Pada dasarnya, bakteri menyimpan gen resistensi yang membuat bakteri bertahan hidup dan kebal setelah pengobatan antibiotik dilakukan berulang-ulang.
Harry mengimbau, diagnosis terhadap pemetaan penyakit yang disebabkan bakteri pada seseorang yang sakit menjadi suatu hal penting.
Dari hasil diagnosis tersebut, akan diketahui penyebab infeksi, mungkin bakteri, virus, atau jamur.
Baca juga: Pahami, Tak Semua Penyakit Butuh Antibiotik
Beberapa bahan alami seperti madu, ekstrak bawang putih, minyak cengkeh, minyak oregano, dan minyak thyme mempunyai sifat antibiotik.
Madu mengandung hidrogen peroksida yang dapat berperan sebagai komponen zat antibakteri.
Madu mempunyai tingkat pH rendah, sehingga dapat menarik uap air dari bakteri, menyebabkan bakteri mengalami dehidrasi dan akan mati.
Ekstrak bawang putih merupakan zat alami sebagai antimikroba.
Meskipun aman dikonsumsi, tetap perhatikan banyaknya bawang putih yang masuk dalam tubuh.
Minyak cengkeh juga memiliki sifat antibakteri, sifat antifungi, dan mempunyai komponen antioksidan di dalamnya.
Minyak thyme terbukti bisa membantu melawan bakteri. Minyak ini hanya digunakan untuk pemakaian luar. Sebelum digunakan, larutkan minyak ini ke dalam minyak kelapa atau minyak zaitun.
Baca juga: 5 Bahan Antibiotik Alami yang Bisa Ditemukan di Sekitar Kita
Mengonsumsi antibiotik saat hamil dapat berisiko pada janin yang dikandung. Antibiotik juga dapat membahayakan tumbuh kembang janin dan berisiko bayi cacat lahir atau teratogenik.
Wanita hamil sebaiknya berkonsultasi kepada dokter kandungan sebelum memutuskan minum antibiotik tertentu.
Baca juga: Bolehkah Minum Antibiotik Saat Hamil?
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis antibiotik dapat meningkatkan risiko keguguran.
Ada lima jenis antibiotik yang meningkatkan risiko keguguran, yaitu makrooksida, kuinolon, tetrasiklin, sulfonamida, dan metronidazol.
Meski demikian, dalam penelitian tersebut menemukan antibiotik nitrofurantoin, biasanya digunakan mengobati infeksi saluran kemih ternyata menurunkan risiko keguguran.
Namun, wanita hamil tetap harus berhati-hati ketika akan mengonsumsi suatu antibiotik.
Baca juga: Riset Ungkap, Beberapa Jenis Antibiotik Tingkatkan Risiko Keguguran
Pemakaian antibiotik di atas atau di bawah dosis yang dianjurkan dokter dapat membuat mikroorganisme resisan terhadap obat antibiotik, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Antibiotik memang efektif mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, namun tidak untuk menghadapi virus dan penyakit yang disebabkan virus.
Ketika mengonsumsi antibiotik, harus dihabiskan dan sesuai dosis yang ditentukan, dengan harapan semua bakteri jahat yang ada dalam tubuh akan hancur dan tak ada yang tersisa kemudian menjadi resisten.
Jika seseorang mengalami resistensi antibiotik, berarti bakteri dalam tubuhnya tak lagi mempan diatasi dengan antibiotik.
Baca juga: Ini Sebabnya Antibiotik Harus Dihabiskan
Pemberian antibiotik pada bayi berusia kurang dari dua tahun mempunyai efek jangka panjang.
Bayi akan mengalami alergi di usia dewasa, seperti eksim kulit dan rinitis alergi yang mempunyai gejala bersin-bersin dan hidung berair.
Sehingga, pemberian antibiotik pada anak-anak harus sangat dipertimbangkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.