Layanan tes deteksi dini kanker leher rahim disediakan oleh dinas kesehatan kabupaten atas arahan menteri kesehatan terkait upaya pemerintah mencegah kanker serviks sedini mungkin.
Layanan tes IVA gratis dari pemerintah tersebut umumnya tersedia di puskesmas, sementara variasi jarak dari 13 desa yang diteliti ke puskesmas terdekat adalah 1-21 kilometer dengan waktu tempuh bisa mencapai 2 jam untuk jarak terjauh.
Studi kami menemukan dukungan pemberian layanan tes IVA gratis di fasilitas kesehatan tidak cukup. Pemerintah juga harus memperhatikan akses perempuan terhadap fasilitas kesehatan tempat layanan ini diberikan. Dengan masih terbatasnya akses perempuan ke puskesmas terdekat, sulit bagi mereka bisa melakukan tes IVA secara rutin di puskesmas.
Kami juga menemukan bahwa hanya sedikit sekali perempuan miskin yang memanfaatkan layanan pemeriksaan kanker serviks gratis itu.
Berdasarkan survei rumah tangga yang kami lakukan pada 2017, masih sangat sedikit perempuan dari keluarga miskin dan sangat miskin yang mengikuti tes IVA gratis, yakni tidak sampai 5%.
Masih rendahnya tingkat tes IVA oleh perempuan dari kalangan keluarga miskin dan sangat miskin di wilayah studi disebabkan beberapa faktor internal dan eksternal.
Faktor internal meliputi (1) kurangnya pengetahuan tentang tes IVA, (2) ketidaktahuan adanya tes IVA gratis, (3) kurangnya kesadaran untuk melakukan pencegahan penyakit, (4) tabu/malu, dan (5) larangan suami.
Sementara itu, faktor eksternal meliputi (1) kurangnya sosialisasi tentang pelaksanaan tes IVA gratis, (2) terbatasnya waktu pelaksanaan tes IVA gratis, serta (3) kendala terkait jarak dan akses transportasi untuk mendapatkan layanan tes IVA gratis.
Tanpa adanya perubahan pendekatan, layanan deteksi dini itu kurang optimal manfaatnya padahal prevalensi kanker serviks cukup tinggi.
Kanker leher rahim merupakan penyebab utama kematian perempuan di dunia dan salah satu jenis kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia.
Data Pengawasan Kanker Dunia tahun lalu (Global Cancer Observatory 2018) menyebutkan kasus baru kanker serviks di Indonesia mencapai sekitar 32.000 kasus, nomor tiga setelah kanker payudara dan kanker lainnya. Lebih dari separuh jumlah kasus tersebut, berakhir pada kematian perempuan.
Salah satu pendorong tingginya angka ini adalah karena tidak adanya proses pemantauan sejak dini melalui tes IVA (inspeksi visual dengan asam asetat). Padahal, menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kanker serviks dapat disembuhkan jika orang yang tertular didiagnosis dan diobati pada tahap dini. Untuk itu, upaya preventif sangat diperlukan.
Sebagai upaya pencegahan, pemerintah Indonesia telah membuat program deteksi dini kanker serviks pada perempuan berusia 30-50 tahun dengan menggunakan metode IVA. Program ini mulai dilakukan secara luas pada 2015 dan bisa diakses secara gratis di fasilitas kesehatan dengan menggunakan Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Prevalensi kanker perlu dicermati dengan pencegahan dan deteksi dini yang dapat dilakukan secara rutin dan berkala di fasilitas kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit.
Sejauh ini upaya pencegahan kanker serviks cenderung hanya menekankan agar perempuan menyadari pentingnya mencegah kanker serviks, yakni mendeteksi lebih awal.