Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Meteor Probolinggo, Itu Juga Bukan Fenomena Eta Aquarids

Kompas.com - 11/05/2019, 14:00 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Tentang video viral di media sosial Facebook yang menggambarkan meteor melintas di langit Probolinggo, terbukti hoaks dikuatkan dengan berbagai alasan yang dikemukakan astronom amatir Marufin Sudibyo dalam artikel sebelumnya.

Meski video rekaman fenomena di langit Pasuruan hoaks, tapi kemungkinan peristiwa benda langit melintas benar. Apalagi ada laporan para saksi mata yang melihat sesuatu melintas di langit Pasuruan pada saat itu.

Lantas, fenomena apakah itu? Apakah benar itu adalah fenomena eta Aquarids seperti yang diduga warganet?

Baca juga: Video Diduga Meteor di Probolinggo Terbukti Hoaks, Ini Penjelasannya

Dalam artikel Kompas.com berjudul Viral Video Benda Diduga Meteor Jatuh di Probolinggo, Ini Kata LAPAN edisi (7/5/2019) dijelaskan bahwa peristiwa itu bukan eta Aquarids.

Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin mengatakan, peristiwa dalam video adalah jatuhnya bolide ata bola api (meteor besar).

"Dilihat dari video, itu adalah bolide pada ketinggian sekitar 120 kilometer. Bolide adalah meteor besar karena masuknya batuan antariksa dan mulai terbakar pada ketinggian sekitar 120 kilometer," ujar Thomas.

Kemungkinan pecahan kecil asteroid

Marufin menjelaskan, secara astronomis ada dua kemungkinan yang bisa menyajikan panorama tersebut, yakni fenomena benda jatuh antariksa (masuknya sampah antariksa ke atmosfer Bumi/reentry) maupun meteor.

Katalog benda jatuh antariksa terkini seperti misalnya yang dihimpun JSpOC (Joint Satellite Operations Center) di Amerika Serikat tidak mencatat adanya fenonema benda jatuh antariksa pada 5 Mei 2019 TU.

Apalagi dengan orbit yang polar atau orbit berinklinasi tinggi, dua jenis orbit yang memungkinkan bagi sebuah benda langit buatan untuk menempuh lintasan relatif utara – selatan atau sebaliknya.

"Sehingga hanya tersisa satu kemungkinkan, yakni fenomena di langit Pasuruan adalah meteor," ujar Marufin.

Sedikitnya informasi membuat kemungkinan untuk memperkirakan asal usul meteor menjadi terbatas. Hanya diketahui meteor tersebut datang dari arah selatan (azimuth 180 derajat) melintas ke utara.

Bila kita menggunakan pola umum jatuhnya meteor di Bumi, yang rata-rata memiliki kecepatan awal 20 km/detik dan ketinggian (altitud) 45 derajat di atas horizon, maka dapat diperkirakan meteor tersebut kemungkinan merupakan pecahan kecil dari suatu asteroid.

Analisis Marufin

"Saya melakukan analisis sederhana dengan menggunakan spreadshet Calculation of a Meteor Orbit karya Marco Langbroek dari Dutch Meteor Society, sesama astronom amatir. Hasilnya memperlihatkan pecahan kecil asteroid itu semula mengorbit Matahari dalam bentuk orbit sangat lonjong," jelas dia.

Prakiraan orbit Meteor Pasuruan Probolinggo di antara planet-planet terrestrial dalam tata surya kita. Orbit meteor diprakirakan berdasarkan asumsi azimuth kedatangan, altitud kedatangan dan kecepatan awal untuk 5 Mei 2019 TU pukul 19:30 WIB. Sumber : Sudibyo, 2019. Prakiraan orbit Meteor Pasuruan Probolinggo di antara planet-planet terrestrial dalam tata surya kita. Orbit meteor diprakirakan berdasarkan asumsi azimuth kedatangan, altitud kedatangan dan kecepatan awal untuk 5 Mei 2019 TU pukul 19:30 WIB. Sumber : Sudibyo, 2019.

Orbit itu memiliki memiliki eksentrisitas (kelonjongan orbit) 0,62 dengan perihelion 0,96 SA (satuan astronomi), aphelion 4,12 SA dan inklinasi 22º.

Sebuah benda langit yang menempuh orbit ini membutuhkan waktu 4 tahun untuk mengedari Matahari sekali putaran.

Posisi aphelion mengindikasikan pecahan asteroid ini semula merupakan bagian dari kelompok Asteroid Sabuk Utama yang bergerombol di antara orbit Mars dan Jupiter.

Orbit demikian menempatkan pecahan asteroid ini ke dalam populasi Asteroid Dekat Bumi kelas Apollo.

Apakah ada kemungkinan meteor Pasuruan merupakan remah-remah komet, sehingga merupakan bagian dari suatu hujan meteor periodik? Sayangnya tidak.

Bila dianggap kecepatan awalnya adalah 25 km/detik saja (yang tergolong lambat untuk kecepatan awal meteor dari sisa komet), maka orbit awal meteor Pasuruan akan berubah dramatis menjadi hiperbola. Ini adalah orbit yang tak mungkin bagi suatu meteor di Bumi.

Padahal remah-remah komet yang menjadi meteor di Bumi memiliki rentang kecepatan mulai dari 25 km/detik hingga 72 km/detik. Meteor eta Aquarids sendiri memiliki kecepatan awal luar biasa, yakni 66 km/detik.

Baca juga: Bukan Meteor, Letusan Gunung Api Penyebab Kepunahan Massal Terbesar

Ketidakmungkinan meteor Pasuruan berasal dari remah-remah komet juga membawa implikasi lain, yakni meteor tersebut tak mungkin merupakan bagian hujan meteor periodik eta Aquarids.

Jika dilihat dalam tata koordinat langit, meteor Pasuruan berasal dari koordinat deklinasi -52 derajat dan ascensio recta ~11 jam.

Sebaliknya meteor-meteor Eta Aquarids berasal dari koordinat deklinasi -1 derajat dan ascensio recta 22 jam 20 menit.

"Dan di seluruh paras Bumi, hujan meteor eta Aquarids hanya bisa disaksikan di kala fajar, mulai dari pukul 02.00 dini hari setempat hingga fajar merembang," tutup Marufin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com