Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Efek Disinhibisi Online, Alasan di Balik "Netizen Maha Benar"

Kompas.com - 16/04/2019, 12:06 WIB
Julio Subagio,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Hampir beberapa tahun terakhir, ekosistem internet di Indonesia selalu ramai dan gaduh.

Entah itu menyangkut perbedaan politik, konflik antarselebritas, maupun isu-isu sosial yang kerap memunculkan tagar-tagar baru, yang kemudian viral dan mengundang reaksi dari seantero warganet.

Apa sebenarnya yang menyebabkan warganet begitu reaktif dan vokal dalam menyuarakan opininya?

John Suler, Profesor Psikologi dari Rider University, mencoba menganalisis penyebabnya.

Baca juga: Penemuan yang Mengubah Dunia: Internet

Melalui risetnya yang dipublikasikan di jurnal Cyberpsychology & Behavior, Suler mendefinisikan fenomena yang disebut efek disinhibisi online (online disinhibition effect).

Efek disinhibisi online adalah ketiadaan batasan saat seseorang berkomunikasi secara online, terutama jika dibandingkan dengan komunikasi langsung.

Hal ini membentuk persepsi bahwa orang tersebut tidak memiliki konsekuensi atas ucapannya di dunia maya, sehingga bebas berkata apa saja.

Faktor penyebab disinhibisi online

Terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan lenyapnya batasan dalam komunikasi online, antara lain adalah:

1. Anonimitas

Di internet, seseorang bebas membuat dan menggunakan akun anonim yang berlainan dengan identitas aslinya di dunia nyata.

Dengan penggunaan "akun palsu" ini, seseorang akan merasa terlindungi dan tidak perlu mempertanggungjawabkan perkataannya, sehingga bebas berpendapat apa saja.

2. Invisibilitas

Komunikasi di internet sebagian besar menggunakan teks, sehingga pemakai internet tidak perlu menampilkan fisik atau wajahnya.

Tingkat kepercayaan diri seseorang dapat meningkat karena tidak perlu memperhatikan aspek suara, kefasihan, intonasi, dan bahasa tubuh.

Pengguna internet juga dapat bermain peran, dengan mengklaim identitas orang lain, memiliki kepribadian yang berbeda, atau mengaku berjenis kelamin lain.

Baca juga: Kencan Online Tak Seburuk Dugaan, Ini Faktanya...

3. Asinkronisitas

Komunikasi dalam internet tidak bersifat real time. Seseorang dapat begitu saja menghilang setelah menuliskan opininya kapan saja, atau bahkan menghapus akun pribadinya.

Di sisi lain, komunikasi tidak langsung ini juga dapat menyediakan waktu untuk mencerna dan memikirkan sesuatu yang akan disampaikan di internet.

4. Introjeksi solipsistik

Tanpa adanya ekspresi, mimik muka, gestur, maupun bahasa tubuh lain, seorang pembaca dapat mempersepsikan tulisan seseorang dengan interpretasi yang beragam.

Sebuah tulisan sederhana dapat dianggap sebagai ancaman, sindiran, pujian, sarkasme, ataupun dukungan tanpa dapat diketahui secara persis maksud asli dari penulisnya.

Hal ini dapat memancing respon dan reaksi yang beragam pula.

Baca juga: Terbukti, Internet Ambil Bagian dalam Masalah Kurang Tidur

5. Imajinasi disosiatif

Banyak orang menganggap bahwa dunia maya terpisah dengan dunia nyata, dalam artian, perilakunya di internet tidak memiliki konsekuensi secara nyata.

Orang dengan pandangan seperti ini mempersepsikan internet sebagai game, dimana aturan yang berlaku di dalamnya sama sekali berbeda.

6. Kesetaraan sosial di internet

Di hadapan internet, semua orang memiliki posisi yang sama, tanpa memandang profesi, otoritas, status, tingkat sosial-ekonomi, dan sebagainya.

Semua orang bebas menyuarakan pendapatnya, dan semua orang menganggap bahwa pendapatnya benar.

Tidak ada validitas lebih berdasarkan kompetensi atau kredibilitas, jika seseorang tidak setuju akan sesuatu, maka akan diabaikannya begitu saja, atau bahkan membuat narasi tandingan.

Meski sekilas fenomena ini bertanggungjawab atas segala keributan di dunia maya, namun efek disinhibisi online ini juga memiliki banyak manfaat.

Dengan adanya disinhibitas online, seseorang yang memiliki masalah komunikasi dapat menyampaikan perasaannya secara bebas, tanpa ada tekanan sosial.

Fenomena ini juga dapat mendorong tumbuhnya rasa percaya diri serta mennunjang kebebasan berpendapat, asalkan disertai kesadaran akan literasi digital serta tetap menaati norma dan etika yang berlaku.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com