Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa ini dipicu oleh penyesaran dengan mekanisme turun (normal fault).
"Perlu dipahami bahwa sesar pembangkit gempa kemarin bukanlah sesar yang menjadi pembangkit Gempa Lombok tahun 2018 lalu," tegas Daryono.
Sesar pembangkit Gempa Lombok tahun lalu adalah Sesar Naik Flores dengan mekanisme naik (thrust fault).
"Adanya perbedaan mekanisme sumber gempa ini menjadi indikator penting bahwa kedua gempa dibangkitakan oleh sumber gempa yang berbeda," imbuhnya.
Dalam hal ini sangat penting untuk melakukan analisis mekanisme sumber sebelum menyimpulkan penyebab gempa yang terjadi.
Jika dibanding antara Sesar Naik Flores dan Sesar Lokal pembangkit gempa kemarin, maka potensi gempa yang terjadi memang jauh lebih besar akibat dipicu Sesar Naik Flores.
Flores Back Arc Thrust adalah sesar regional, jalur sesarnya sangat panjang dari utara Bali hingga utara Flores sehingga wajar jika mampu membangkitkan gempa besar, sedangkan gempa kemarin diduga kuat dipicu oleh aktivitas sesar lokal dengan mekanisme turun yang belum terpetakan.
Dalam hal ini masyarakat Lombok diimbau untuk tidak terlalu cemas dan takut berlebihan, meskipun harus tetap waspada.
"Kekuatan gempa sangat ditentukan oleh ukuran dan dimensi sesar. Sehingga sangat kecil potensi sesar lokal untuk membangkitkan gempa, sebesar gempa yang dibangkitkan oleh sesar regional," paparnya.
Baca juga: Goncangan Gempa Lombok 2018 Fluktuatif dan Tidak Lazim
Penyebab gempa dan gaya pembangkitnya
Terkait peristiwa gempa Lombok ini, hingga saat ini para ahli kebumian sepakat sebatas penyebab gempa yaitu dipicu sesar aktif dengan mekanime turun.
Akan tetapi untuk menjelaskan mengapa di daratan Pulau Lombok muncul gempa dangkal dengan mekanisme turun, maka belum ada kata sepakat terkait gaya pembangkitnya.
"Gaya pembangkit Gempa Lombok ini masih menjadi misteri untuk diungkap," ujar Daryono.
Ada sebagian ahli menduga bahwa gempa dengan mekanisme turun yang terjadi berkaitan dengan dinamika magma yang memicu runtuhan kerak bumi di zona gunung api aktif.
Sedangkan dugaan lain adalah adanya aktivitas gempa yang memicu sesar turun di zona back arc (busur belakang) yang menandai terjadinya back arc spreading (perluasan) di busur belakang.
Ada juga pendapat yang mengkaitkan adanya fenomena gravity tectonic yaitu pembebanan massa gunung yang memicu terjadinya pensesaran turun (normal fault) di kaki gunung.
"Fenomena Gempa Lombok ini merupakan tantangan yang menarik bagi kalangan para ahli kebumian. Peristiwa gempa ini penting untuk diungkap secara lebih dalam terkait misteri gaya pembangkitnya. Tidak menutup kemungkinan gempa semacam ini akan dapat terjadi lagi nanti di bagian lain dari deret Kepulauan Sunda Kecil (The Lesser Sunda)," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.