KOMPAS.com - Gempa bumi di Lombok yang terjadi minggu lalu masih menyisakan duka. Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan telah terjadi 663 gempa susulan hingga Rabu (15/08/2018).
Selain banyaknya gempa susulan, dampak fenomena ini yang lain adalah penaikan dan penurunan daratan di pulau tersebut.
Hal ini dibenarkan oleh tim kecil dari LIPI/PuSGeN, BPPT, dan IATsI.
Temuan tersebut mereka dapat setelah melakukan survei pada 10 sampai 12 Agustus 2018 di sepanjang pantai Lombok Utara, dari Gili Sulat hingga Senggigi.
Deformasi Daratan
Mereka menemukan bahwa terjadi penaikan daratan antara di 15 hingga 40 sentimeter di Lombok Utara.
Ini didasarkan dari pengukuran pengangkatan koral, perubahan rekaman elevasi pasang surut, kenaikan lantai dermaga dan sensor pasang surut di Pelabuhan Carik, serta pengamatan debris di muara Pantai Cemplung.
Hal berbeda didapati di Teluk Nara dan sekitarnya. Di sana, daratan mengalami penurunan hingga 21 cm.
Temuan tersebut berdasar pengamatan penetrasi air laut dan penurunan muka tanah/infrastruktur (sandbag).
Fenomena Alamiah
Widjo Kongko, ahli tsunami dari BPPT yang terlibat dalam survei tersebut menyebut penaikan dan penurunan (deformasi) daratan ini sebagai fenomena alamiah.
"(Ini) merupakan respons dari aktivitas tektonik subduksi atau tumbukan lempeng," ujar Widjo melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Rabu (15/08/2018).
Baca juga: Darurat Gempa Lombok, Rumah Sakit Sementara Dibangun dalam 2 Minggu
"Saat tumbukan lempeng berlangsung secara lambat (interseismik) maupun pada saat gempa bumi berlangsung (koseismik) seperti yang terjadi di Lombok," tegasnya.
Meski alamiah, fenomena ini menimbulkan tanya: mengapa ada daratan yang naik dan sebagian turun?
Ada Naik, Ada Turun