Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal “Stunting”, Bisakah Diselesaikan dengan Sedekah Susu?

Kompas.com - 17/03/2019, 23:06 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com - Stunting menjadi sorotan kedua cawapres dalam debat malam ini (17/3/2019).

Program yang digagas oleh kubu Prabowo-Sandiaga Uno untuk menangani stunting adalah Program Indonesia Emas yang bertujuan agar ibu-ibu dan anak-anak mendapat asupan protein yang cukup.

Salah satu aspeknya adalah dengan mengadakan gerakan sedekah putih yang membuka kesempatan bagi masyarakat dan dunia usaha untuk menyumbangkan susu, tablet susu, kacang hijau dan sumber-sumber protein lainnya.

Menanggapi program tersebut, cawapres nomor satu Ma’ruf Amin berkata bahwa banyak orang menangkap sedekah putih sebagai pemberian susu setelah anak selesai disusui ibunya atau berusia dua tahun. Padahal, stunting itu ditentukan oleh 1.000 hari pertama sejak anak masih dalam kandungan hingga disusui.

Baca juga: Soal Stunting dan Kematian Ibu di Indonesia, Ini Solusi Para Cawapres

“Apabila diberi susu setelah dua tahun, maka tidak lagi berpengaruh untuk mencegah stunting. Maka stunting sudah tidak bisa diatasi setelah anak disusui selama dua tahun. Karena itu, menurut saya istilah ‘Sedekah putih’ menimbulkan pemahaman yang mengacaukan masyarakat,” ujarnya.

Tanggapan ini direspons oleh Sandiaga dengan cerita mengenai istrinya, Nur Asia, yang melahirkan putra bungsunya, Sulaiman, di usia 42 tahun. Setelah enam bulan menyusui, air susu ibu (ASI) Nur Asia tidak keluar lagi. Bagi ibu-ibu seperti Nur Asia dan anak-anak seperti Sulaiman-lah, sedekah putih diperuntukkan.

Akan tetapi menurut Ma’ruf, stunting bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga masalah sosial, seperti sanitasi dan air bersih. Oleh karena itu, penyelesaiannya juga harus mencakup pemberian sembako melalui bantuan sosial kepada para ibu hami agar mampu memberikan ASI bagi anaknya. Para ibu juga harus diberikan edukasi sebelum menikah di KUA.

Stunting, bagaimana penyelesaiannya menurut para ahli?

Perkara stunting bukan hal baru di Indonesia. Malah, ini bisa dibilang permasalahan lama yang tidak selesai-selesai.

Dijelaskan oleh Dr. dr. Dian Novita Chandra, M. Gizi yang merupakan staf pengajar dari Departemen Ilmu Gizi FKUI dalam artikel Kompas.com, 25 Januari 2019, penyebab utama stunting adalah kekurangan gizi kronis pada 1.000 hari pertama kehidupan anak, sejak masa kehamilan hingga ia berusia dua tahun.

Kekurangan gizi ini bisa berupa kurangnya volume, kualitas dan variasi asupan makanan .

Selain itu, stunting juga bisa disebabkan oleh kesehatan ibu selama masa kehamilan, pola asuh, kesehatan anak atau kekerapan mengalami penyakit infeksi, dan kondisi sosio-ekonomi dan lingkungan.

Baca juga: Hari Gizi Nasional: Cegah Anak Stunting sejak Hari Pertama Kehamilan

Untuk menanganinya, tentu saja diperlukan pemenuhan gizi selama 1.000 hari pertama kehidupan sebagai upaya pertama.

Gizi ini mencakup semua zat penting, terutama protein dan mikronutrien seperti zinc, yodium, zat besi, vitamin A, vitamin D, vitamin B12, dan asam folat.

“Kebutuhan energi harus tercukupi agar protein tidak dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh tubuh dan bisa digunakan untuk pertumbuhan. Selain jumlah yang cukup, perlu diperhatikan kualitas dan keberagaman jenisnya agar zat gizi yang terdapat dalam makanan lengkap sesuai kebutuhan," ujar Dian.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com