KOMPAS.com - Sekitar 12.600 tahun lalu atau selama era Pleistosen Akhir, manusia purba berburu dan membunuh kukang tanah raksasa di Argentina.
Jejak pembantaian berupa tulang belulang binatang bersama barang bukti pisau tajam ditemukan terkubur di situs arkeologi bernama Campo Laborde di wilayah Pampas, hingga pada tahun 2000 seorang petani lokal menemukannya.
Analisis terdahulu lewat penanggalan karbon menyebut hewan raksasa itu berusia 6.750 sampai 9.700 tahun. Namun analisis terbaru dengan teknologi lebih canggih mengungkap usianya ternyata 1.000 tahun lebih tua dari perkiraan sebelumnya.
Perbedaan penanggalan yang cukup besar ini mampu menjelaskan bahwa manusia purba memiliki kontribusi atas kepunahan megamamalia di masa itu.
Baca juga: Tanaman Purba Berusia Ribuan Tahun Hidup Lagi karena Perubahan Iklim
"Meski para arkeolog telah lama mengetahui bahwa manusia purba memangsa hewan raksasa di seluruh Amerika, tapi penemuan di situ Campo Laborde adalah satu-satunya bukti pembantaian yang bisa dipastikan kebenarannya," tulis para peneliti dalam laporan yang terbit di jurnal Science Advances.
Selain itu, studi ini juga mengungkap hal yang bertentangan dengan keyakinan para ilmuwan sebelumnya.
Sebelumnya ahli berpendapat kukang tanah raksasa mampu bertahan dari gelombang kepunahan selama periode Pleistosen Akhir, sekitar 12.000 tahun lalu.
Di masa itu, hampir 90 persen seluruh hewan bertubuh besar di seluruh dunia, termasuk mastadon, kuda prasejarah dan armadillo raksasa kuno punah di setiap benua kecuali Afrika.
Kini ahli menemukan, Homo sapiens kemungkinan besar adalah faktor utama di balik kematian semua hewan raksasa.
Menulis ulang kisah kukang raksasa
Setelah tulang belulang kukang raksasa ditemukan pada tahun 2000, para arkeolog memeriksa penanggalan karbon fosil itu dan menemukan bahwa usianya antara 6.750 sampai 9.700 tahun.
"Dalam hal ini kami menduga bahwa perburuan awal tidak berdampak pada kepunahan kukang," kata Gustavo Politis seorang arkeolog dari Universidad Nacional del Centro di Buenos Aires sekaligus penulis utama studi.
Namun pada 2016 sampai 2017, Politis dan timnya menguji ulang tulang dengan menggunakan teknologi pemurnian yang lebih canggih, resin XAD-2, yang dapat memisahkan bagian organik tulang (kolagen) dari unsur anorganik (asam fulvat), kemudian menemukan penanggalan komponen secara terpisah.
Melansir Science Alert, Minggu (10/3/2019), hasilnya mengarahkan ilmuwan untuk merevisi penanggalan karena ternyata usia tulang itu seribu tahun lebih tua dari dugaan semula. Ini artinya pembantaian telah terjadi sejak era Pleistosen.