Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Goncangan Gempa Lombok 2018 Fluktuatif dan Tidak Lazim

Kompas.com - 03/03/2019, 19:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Serangkaian gempa

Serangkaian gempa yang terjadi di Lombok disebabkan oleh adanya aktivitas sesar (patahan) aktif. Sesar merupakan zona rekahan pada batuan yang mengalami pergeseran. Keberadaan Flores Back Arc Thrust (Sesak Naik Flores) di utara Lombok merupakan pemicu terjadinya rangkaian gempa di Lombok.

Rangkaian gempa yang terjadi di Lombok pada 2018 terjadi secara beruntun. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh United States Geological Survey (USGS), setidaknya ada lima kejadian gempa dengan kekuatan yang signifikan sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 2.

 

Gambar 2. Rangkaian lima kejadian Gempa Lombok 2018, perbedaan warna pada titik lingkaran menunjukkan posisi kedalaman sumber gempa (hiposenter). Peta ini dibuat berdasarkan data dari USGS. Dian Kusumawati

Gempa yang dirasakan pertama kali pada 29 Juli 2018 memiliki magnitudo 6,4 pada kedalaman 14 kilo meter. Gempa ini menyebabkan kerusakan bangunan rumah di Obel-Obel Lombok Timur.

Gempa kedua terjadi pada 5 Agustus 2018 dengan magnitudo 6,9 pada kedalaman 34 km. Magnitudo gempa kali ini lebih besar dari gempa pertama. Karena itu, dampak kerusakan bangunan lebih luas, termasuk di Kota Mataram. Bahkan beberapa bangunan pemerintah Provinsi NTB rusak.

Berikutnya, pada 9 Agustus 2018, wilayah utara Pulau Lombok kembali diguncang gempa dengan magnitudo 5.9. Posisi sumber gempa berada sekitar 20 km arah barat laut dari gempa 5 Agustus.

Dua gempa berikutnya terjadi pada 19 Agustus 2018 dengan magnitudo 6,3 dan 6,9. Episenter kedua gempa ini terlacak di Kecamatan Belanting dan kedalaman yang relatif dangkal, yaitu kurang dari 25 km.

Keunikan gempa Lombok

Kelima gempa, seperti terlihat pada Gambar 2, mempunyai pola seismisitas yang unik dan tidak lazim.

Biasanya setelah kejadian gempa dengan kekuatan yang besar, diikuti oleh gempa-gempa susulan dengan kekuatan yang cenderung meluruh. Dalam gempa Lombok terjadi justru sebaliknya, gempa terjadi secara fluktuatif dan kekuatan gempa setelah gempa pertama cenderung lebih kuat.

Pada awalnya, sesaat setelah gempa terjadi pada 29 Juli 2018, para ahli seismologi menduga bahwa gempa itu adalah gempa utama (mainshock). Gempa utama merupakan gempa pembuka yang mempunyai kekuatan gempa yang lebih besar.

Dugaan ini diperkuat dengan beberapa gempa magnitudo lebih kecil terjadi di sekitar gempa utama. Gempa-gempa kecil ini dinamakan gempa susulan (aftershock).

Namun, dua gempa magnitudo 6,9 terjadi lagi di lokasi yang relatif dekat dengan gempa 29 Juli 2018. Para ahli seismologi kemudian menyadari bahwa gempa 29 Juli 2018 dan gempa-gempa yang terjadi sesudahnya merupakan gempa pembuka (foreshock). Sedangkan dua gempa pada 5 dan 19 Agustus 2018 merupakan dua gempa utama (main shock).

Kejadian gempa seperti ini tergolong langka, meski ada beberapa referensi yang menjelaskan tentang gempa kembar (doublet earthquake), dua gempa yang terjadi dengan magnitudo yang relatif sama dan posisi yang berdekatan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com