Ellen memberi contoh dengan merentangkan ikat rambut raksasa yang dipegang oleh Nina.
"Faktanya, ia sangat elastis," tegas Ellen disambut tawa para penonton.
"Dan untuk beberapa perempuan, selaput dara cukup elastis untuk menangani hubungan intim tanpa mengalami kerusakan," imbuhnya.
Baca juga: Mengenal Hipopituarisme dari Kasus Perempuan Perawan yang Hamil
Sebaliknya, bagi perempuan lain, selaput dara mungkin sedikit sobek untuk memberi ruang bagi penis. Tapi itu tidak membuat selaput dara hilang, melainkan mungkin terlihat sedikit berbeda dari sebelumnya.
"Jika Anda memiliki selaput dara elastis, Anda tidak akan mengeluarkan darah karena hubungan seks," tegas Nina.
"Tidak masalah apakah Anda masih perawan atau tidak. Ini adalah ketidakmungkinan anatomi," imbuhnya.
Hal ini berlaku bagi sebagian perempuan. Dengan kata lain, beberapa perempuan berdarah saat berhubungan intim untuk pertama kalinya dan sebagian lagi tidak.
Mitos kedua juga gugur mengikuti fakta pertama. Anda tidak bisa memeriksa selaput dara untuk memeriksa status keperawanan seseorang.
Menurut Nina, hal ini sudah pernah ditegaskan 100 tahun lalu oleh Dr Marie Jeancet dari Norwegia.
"Dia memeriksa pekerja seks paruh baya dan meyimpulkan bahwa alat kelaminnya mengingatkan pada seorang gadis remaja," kata Nina.
"Itu masuk akal, bukan? Sebab, jika selaput daranya tidak pernah rusak saat berhubungan seks, lalu apa yang kita harapkan untuk dilihat," imbuhnya.
Apalagi, menurut penjelasan kedua pembicara itu, setiap selaput dara berbentuk unik. Artinya, kita akan sulit membedakan apakah bentuk tersebut asli atau akibat kerusakan karena hubungan seksual.
"Absurditas uji keperawanan ditunjukkan dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada 36 remaja hamil," kata Ellen.
"Ketika dokter memeriksa selaput dara mereka, tanda penetrasi yang jelas hanya terlihat pada dua orang dari 36 gadis," sambungnya.
Baca juga: Samakan Gadis Perawan dengan Botol Tersegel, Dosen di India Tuai Kecaman
Ini menunjukkan bahwa kondisi selaput dara tidak bisa membuktikan keperawanan seseorang. Pada akhir presentasinya, Nina dan Ellen menegaskan bahwa mitos tentang selaput dara dan keperawanan tidak benar.
Mereka juga berharap bahwa mitos-mitos tersebut berhenti dipercayai. Meski mereka sadar bahwa mitos-mitos tersebut tidak sesederhana kesalahpahaman anatomi selaput dara.
"Ini masalah kontrol budaya dan agama terhadap seksualitas perempuan. Dan itu lebih sulit diubah, tetapi kita harus berusaha," tutur Nina.
"Sebagai petugas kesehatan profesional, ini adalah kontribusi kami. Kami ingin setiap gadis, orang tua, dan calon suami memahami tentang apa itu selaput dara dan cara kerjanya," tegas Ellen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.