Profesor Jo McDonald adalah salah satu dari arkeolog yang menemukan ukiran tersebut pada tahun 2017, saat merekam ribuan gambar batu Aborigin di kepulauan tersebut.
Dia mengatakan ukiran itu sangat tidak biasa karena dibuat di atas tanda yang lebih tua oleh orang-orang Aborigin setempat.
"Kesan pertama kami adalah bahwa prasasti itu telah dicoret setelah dibuat oleh orang Aborigin. Tetapi yang kami temukan adalah bahwa tulisan itu dibuat dengan alat logam di atas pola grid yang lebih tua, yang dibuat dengan alat batu," ujarnya.
"Jadi itu menunjukkan perkembangan luar biasa antar waktu dimana orang yang berbeda datang dan menandai batu ini dan menceritakan hal-hal tentang diri mereka sendiri, dan ingin meninggalkan catatan mereka berada di suatu tempat."
CEO Perusahaan Aborigin Murujuga, Peter Jeffries, mengatakan daerah itu sangat istimewa bagi pemilik tradisional Ngarluma dan Yaburara.
"Orang-orang tahu tentang ukiran ini dari tahun 1800-an," katanya.
"Tidak ada apa pun yang diwariskan melalui cerita lokal yang saya ketahui, tetapi kami tahu tentang mereka di zaman yang lebih modern, dalam 20 atau 30 tahun terakhir. Bagi pemilik tradisional setempat, daerah ini sangat penting, karena ia menceritakan kisah dari masa lalu kami dan juga menangkap kedatangan orang Eropa di negara ini, sehingga Anda dapat melihat koeksistensi ini."
Baca juga: Makan Hiu dan Paus Lain, Moyang Paus Rupanya Predator Puncak
Dibuat sebelum pendatang kulit putih datang
Di puncak industri perburuan paus, pada pertengahan abad ke-19, sekitar 22.000 orang dipekerjakan di hampir 1.000 kapal perburuan paus yang melintasi dunia dan berhenti di garis pantai terpencil.
Ukiran di pantai Pilbara dibuat sebelum permukiman warga putih di daerah itu - sekitar dua dekade sebelum para penggembala dan pencari mutiara tiba.
Profesor McDonald mengatakan, ukiran itu memberikan pandangan langka tentang kehidupan para pemburu paus Amerika, yang jauh dari rumah selama bertahun-tahun pada suatu waktu.
"Mereka menghabiskan banyak waktu di laut, jadi pasti sangat melegakan bisa tiba di daratan," katanya.
"Saya tidak bisa membayangkan hal yang lebih buruk daripada berada di perahu kecil dengan 30 atau 40 orang. Jadi saya pikir itu akan menjadi perasaan lega untuk datang ke darat. Dan mereka pasti sedang menunggu paus, jadi entah bagaimana caranya mereka harus menghibur diri sendiri," jelas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.