Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gonjang-ganjing Dunia Peneliti, Membedah Reorganisasi LIPI

Kompas.com - 07/02/2019, 17:30 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

Sudah ada rumusan analisis beban kerja. Nantinya akan relatif terukur. Kita sudah lakukan survei online untuk melihat preferensi tiap orang. Itu dari April 2018. Kita punya talent pool, bisa pilih orang terbaik.

Baca juga: Rombongan Peneliti LIPI Bertepuk Tangan Dengar Pimpinannya Diusulkan Dicopot

Reorganisasi ini malah menguntungkan bagi pegawai administrasi karena mereka bisa punya kesempatan untuk berkarya sesuai passion-nya.

Kita sudah berikan kuesioner online ke setiap pegawai. Pastinya tidak semua akan terakomodasi, tetapi kita berusaha untuk menempatkan sesuai minatnya.

Administrasi pendukung juga akan punya karir, bisa naik hingga di tingkat madya. Sebelumnya, karena hanya melayani sedikit orang, tidak memungkinkan untuk naik, tingkat pertama saja tidak bisa. Bebannya terlalu kecil.

Apakah ada PHK?

Tidak ada. PHK PNS itu tidak mudah.

KPI (Key Performance Indicator) -nya nanti?

Nah dengan sistem baru kita bisa buat KPI. Sekarang kalau ada yang mau layanan, pegawai admin harus buka tiket layanan. Di situ, kita bisa beri penilaian.

Misalnya, untuk pegawai yang benar-benar administrasi, kita bisa lihat berapa lama dia menyelesaikan satu tiket dan bagaimana hasilnya.

Kita juga bisa trace masalah, hambatannya di mana. Jadi semua akan lebih transparan. Kalau dulu kan, ada masalah bisa dilempar-lempar. Kinerja penelitian kadang terganggu.

Kapan organisasi dengan struktur baru ini efektif?

Struktur ini sudah efektif sejak 8 Januari 2019. Personalan tenaga administrasi sekarang lagi proses. Memindahkan 2.500 orang ke 25 lokasi kan tidak mudah. Lokasi layanan satu atapnya nanti kan akan ada di 25 lokasi.

Default-nya, tidak ada pemindahan pegawai administrasi ke kota yang berbeda. Namun kalau ada yang ingin pindah, dan ternyata ada yang seperti itu, kita bisa penuhi.

Bagaimana perubahan ini bisa membuat dana penelitian lebih optimal?

Kalau sekarang jadi clear. Kalau dulu kan pusat penelitian tidak maju, misalnya karena ada pemotongan anggaran.

Dulu, ada perjalanan orang bawa berkas dari Ambon ke Jakarta misalnya. Itu kan biaya. Nah, itu dipotong dari anggaran penelitian. Padahal, anggaran yang dia peroleh itu kan harusnya hanya untuk riset.

Baca juga: LIPI: Gempa Itu Tidak Acak, Manusia Bisa Menguak Polanya

Dengan struktur baru ini, jika kita ajukan anggaran Rp 3 miliar, maka Bappenas dan Kementerian bisa firm (atau) yakin bahwa itu untuk penelitian.
 
Selama ini, 60 persen buat administrasi. Kalau dengan yang baru ini, semua untuk penelitian. Kita bisa memastikan 100 persen Insya Allah untuk riset.

Sama saja dong sebab dana penelitian tidak akan naik drastis...

Tidak benar bahwa dana penelitian tidak akan naik drastis. Benar jika itu yang bersumber dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Tapi, kita sebenarnya bisa mengupayakan sumber lain, misal dari grant.

Selama ini grant masih terbatas. Mungkin itu juga masalah kapasitas kita yang belum mampu membuat proposal yang meyakinkan industri dan pemberi grant.

Dengan membuat peneliti fokus pada riset, diharapkan kita bisa membuat proposal yang lebih baik sehingga mendapatkan grant lebih besar.

KPI penelitinya nanti jadi apa?

Kita akan susun nanti, belum kita rilis. Sudah saya mintakan ke tiap kedeputian. Setiap bidang punya karakter yang beda.

Ada yang belum keluar, misal dari sosial. Kalau belum keluar, saya akan pakai dari regulasi berdasarkan jabatan.

Misalnya, satu periode 4 tahun itu paling enggak ada dua jurnal terindeks global atau patent granted atau buku terbitan scientific public house.

Adakah yang baru?

Kita tidak ada. Orang sosial pilih buku. Orang engineering pilih jurnal atau paten. Silahkan saja.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com