"Kalaupun ada strain baru (Den-5) di alam, (keberadaannya) belum terungkap," kata Syahribulan melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Rabu (30/1/2019).
Apakah gejalanya berbeda?
Meski berevolusi, gekala keparahan penyakit dengue pada dasarnya sama seperti di masa lalu.
"Mungkin memang jumlah pasien parah lebih banyak, namun secara klinis seharusnya akan sama gejalanya, hanya mungkin tingkat keparahan akan lebih tinggi," terang Tedjo.
Karena gejala yang muncul sama, penanganan DBD juga pada dasarnya sama seperti sebelumnya.
"Kementerian Kesehatan pernah menerbitkan pedoman tata laksana DBD dan sampai saat ini pedoman tersebut masih dipakai oleh para dokter dalam menangani DBD," ujar Tedjo.
Baca juga: Jangan Terkecoh, Turun Demam Bukan Berarti Sembuh dari DBD
Menurut tata laksana DBD Kementerian Kesehatan, infeksi virus dengue sudah ada di Indonesia sejak abad ke-18, seperti dilaporkan seorang dokter berkebangsaan Belanda, David Bylon.
Awalnya infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya dikenal sebagai penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian.
Namun sejak 1952, infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD di Manila, Filipina.
Wabah itu kemudian menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada 1968 penyakit DBD yang menyebar di Surabaya dan Jakarta memakan korban jiwa dengan angka tinggi.
Seperti dilaporkan Kompas.com sebelumnya, dalam sepekan terakhir jumlah pasien yang positif terkena DBD di DKI Jakarta meningkat enam kali lipat, jumlahnya lebih dari 600 orang.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan