KOMPAS.com - Tanaman sayuran kini dibudayakan di dasar laut sedalam 100 meter dalam rumah kaca berbentuk ubur-ubur raksasa. Proyek di utara Italia ini akan merevolusi produksi pangan untuk masa depan.
Bangunan di kedalaman 100 meter di bawah laut ini adalah biosfer. Rumah kaca bawah laut pertama di dunia.
Proyek ini berorientasi ke masa depan, untuk mengatasi kelangkaan sumber daya. Di instalasi bawah laut ini tumbuh tanaman yang biasanya dibudidayakan di daratan.
Koordinator proyek, Gianni Fontanesi menyelam rutin untuk memelihara berbagai tanaman.
Baca juga: Petunjuk Penting soal Tsunami Palu Ditemukan di Dasar Laut, Apa Itu?
"Kelihatannya funky dan sekaligus brilian. Sulit menggambarkannya. Saya bekerja tiap hari di sini, memantau pertumbuhannya, dan saya bangga dengan hasilnya," kata Fontanesi.
"Secara teknis sistem ini tidak hanya bisa diterapkan di laut, tapi juga di danau yang jumlahnya amat banyak di dunia, yang bisa diuntungan sistem ini," sambungnya.
Rumah kaca pertama di dekat pesisir pantai itu, dibangun para penyelam enam tahun silam. Sinar matahari mencukupi untuk fotosintesa dan tidap perlu insektisida.
Air untuk menyiram tanaman, sebagian berasal dari air garam. Di Kebun Nemo itu dilakukan eksperimen beragam tanaman sayuran dan buah-buahan.
"Ada tangki yang berisi air dan pupuk di dalam rumah kaca. Di dalamnya dilengkapi pompa air. Sistemnya sangat mudah. Pompa air menaikkan air bercampur pupuk hingga ke bagian paling atas pipa ini," tutur Fontanesi.
"Di atas pipanya kami tanami berbagai tanaman, yang tumbuh tanpa tanah. Akarnya kontak langsung dengan air, yang mengalir ke bawah mengikuti gravitasi," imbuhnya.
Proyek Rahasia Masa Depan
Area lokasi rumah kaca bawah laut ini adalah kota Noli dengan populasi 3.000 orang yang juga sebuah kawasan wisata.
Meski begitu, hanya para penyelam dan kelompok tertentu saja yang tahu, bahwa di sana ada laboratorium bawah laut yang istimewa.
Lokasi laboratorium ini sekitar 100 meter dari pesisir kawasan wisata.
Gianni Fontanesi mengecek semuanya dari pusat pengendali, tiga sampai lima kali seminggu. Dia memonitor apakah semuanya bagus, mulai dari suhu dan kelembaban di dalam biosfer.
Baca juga: Mencermati Gas Hidrat Sebagai “Harta Karun” di Dasar Laut Indonesia