KOMPAS.com - Calon presiden Prabowo Subianto menilai perlu adanya kenaikan gaji aparatur sipil negara (ASN) untuk memberantas korupsi saat debat pertama calon presiden dan wakil presiden, Kamis malam (17/1/2019).
"Akar masalahnya adalah penghasilan aparatur pegawai negeri sipil dan birokrat itu kurang. Saya akan perbaiki kualitas hidup birokrat," ujar Prabowo.
"Tingkatkan gaji, perbaiki kualitas hidup, kalau dia masih korupsi, saya akan tindak tegas. Kita contoh negara-negara lain, misalnya kita taruh di pulau terkecil, suruh tambang pasir terus-menerus," ujar Prabowo.
Solusi kenaikan gaji disebut Prabowo tidak hanya satu dua kali. Lantas, benarkah uang bisa menjadi solusi yang tepat untuk mencegah korupsi dan hal lainnya?
Baca juga: Prabowo Sebut Gaji Dokter Minim, IDI dan Dokter Daerah Angkat Suara
Melansir portal berita The Star, Komisi Anti Korupsi Malaysia (MACC) menyebut bahwa skala gaji renda dan biaya hidup tinggi bukan menjadi faktor utama munculnya korupsi.
Sebaliknya, korupsi justru dapat membuat individu menjadi lemah yang ditandai dengan munculnya keserakahan dan keinginan hidup mewah, meski tidak memiliki sarana untuk mencapainya.
Lebih lanjut Kompas.com menghubungi psikolog sosial dari Universitas Airlangga Surabaya, Rizqy Amelia Zein, untuk menanyakan hubungan keduanya.
Sebelum menjawab hal tersebut, Amel menjelaskan bahwa ada dua faktor yang membuat orang puas dengan pekerjaannya, yakni faktor yang membuat seseorang termotivasi atas pekerjaannya dan faktor penghasilan.
Untuk faktor kedua atau penghasilan, bila hal itu tidak terpenuhi maka seseorang tak akan bisa puas dengan pekerjaannya.
"Misalnya gaji, kalau seseorang merasa tidak mendapat yang pantas didapatkan, maka ia tidak akan puas dengan pekerjaannya," imbuhnya.
"Tapi ada paradoksnya. Kalau misalkan gaji ditambah terus dan berapapun jumlahnya, itu tidak akan berkontribusi pada kepuasan orang terhadap pekerjaannya," sambungnya.
Hal ini kembali pada sifat dasar manusia yang selalu merasa tidak berkecukupan dan ingin lebih.
Sementara itu, Amel melihat hal yang membuat seseorang merasa puas dengan pekerjaannya adalah faktor selain gaji.
"Misalnya seperti iklim pekerjaan, kesempatan, promosi, dan sebagainya ada banyak sekali," tuturnya.
Namun sayangnya, di beberapa kasus ada orang yang rela melakukan apapun agar kebutuhannya terpenuhi.
Ambil contoh seseorang yang merasa bisa digaji Rp 5 juta sampai Rp 6 juta, tapi ternyata hanya mendapat gaji dari tempatnya bekerja Rp 1 juta. Hal ini akan membuat seseorang tidak puas, sehingga ia akan melakukan hal lain untuk mendapat kepuasan.
"Persoalannya mau ditambah gaji berapapun, itu tidak akan pernah memuaskan orang tersebut," katanya.
Untuk itu, Amel menegaskan bahwa penambahan gaji tidak selalu membuat orang berhenti melakukan korupsi. Namun yang harus diamati adalah, apakah gaji dan fasilitas yang diberikan untuk aparatur negara berhasil membuat mereka puas atas pekerjaannya.
Sehingga, dalam hal mencegah korupsi dan lainnya permasalahannya bukan hanya pada gaji, tapi ada banyak sekali faktor yang mengikutinya, termasuk keadilan.
Efek kobra
Menurut Amel, strategi pemberian gaji itu sama seperti anekdot efek kobra. Efek kobra terjadi ketika solusi yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah, justru malah memperparah masalah itu.
Anekdot ini bermula pada masa penjajahan Britania di India. Pemerintah Britania saat itu merasa khawatir dengan populasi ular kobra beracun di Delhi.
Untuk menangani masalah tersebut, pemerintah menawarkan hadiah untuk setiap ular kobra yang mati. Awalnya solusi ini berhasil, tapi lama kelamaan justru banyak penduduk yang sengaja mengembangbiakkan ular untuk mendapatkan uang lebih banyak.
Setelah pemerintah menyadari, akhirnya program ini dihentikan.
"Jadi kalau diiming-imingi ada kenaikan gaji dan berhubungan dengan uang, malah dikhawatirkan ada efek seperti itu," ujarnya.
Baca juga: Sesat Pikir Jokowi dan Prabowo dalam Sebulan Kampanye Pilpres 2019
Apa yang paling dibutuhkan masyarakat menurut psikolog?
Amel mengatakan, yang penting dalam hal ini adalah keadilan.
"Ketika seseorang merasa diperlakukan dengan adil, maka itu akan membuat dia merasa lebih dihargai," jelasnya.
Ia memberi contoh, misalkan ada seorang hakim yang jujur dan tidak mau disuap. Namun saat melihat koleganya memiliki pekerjaan yang tidak bagus tapi punya penghasilan lebih atau posisi lebih, hakim tersebut akan merasa tidak adil.
Hal semacam ini yang memicu seseorang melakukan hal keliru.
"Jadi kalau menurut saya yang penting keadilan. Kalau mau dikasih duit berapa aja (untuk mencegah korupsi), saya rasa malah akan jadi bumerang (atau) efek kobra," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.