Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Waktu Makan Paling Penting adalah Sarapan?

Kompas.com - 09/01/2019, 20:06 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Editor

Hasil bagi kelompok 9.00-15.00 setara dengan efek obat yang menurunkan tekanan darah, menurut Courtney Peterson, salah satu peneliti dalam studi tersebut sekaligus asisten profesor ilmu gizi di Universitas Alabama.

Namun demikian, skala penelitian ini kecil. Artinya, masih dibutuhkan lebih banyak riset tentang kemungkinan manfaat jangka panjangnya.

Jika melewatkan sarapan (dan makanan lain di luar rentang waktu yang terbatas) bisa baik bagi Anda, apakah itu berarti sarapan juga bisa menjadi buruk bagi Anda?

Seorang pakar berpendapat bahwa sarapan itu 'berbahaya'. Alasannya dalah makan di awal hari menyebabkan kortisol (hormon stres) memuncak lebih tinggi daripada jika makan lebih siang.

Ini menyebabkan tubuh menjadi resisten terhadap insulin seiring waktu dan bisa menyebabkan diabetes tipe 2.

Tapi Fredrik Karpe, profesor ilmu pengobatan metabolik di Oxford Centre for Diabetes, Endocrinology, and Metabolism tidak sependapat.

Bukannya karena sarapan, menurutnya, tingkat kortisol yang lebih tinggi di pagi hari hanyalah bagian dari ritme alami tubuh.

Baca juga: Risiko Penyakit akibat Malas Sarapan

"Tak hanya itu, tapi sarapan adalah kunci untuk memulai metabolisme kita, ujarnya.

"Supaya jaringan-jaringan lain bisa merespon asupan makanan dengan baik, Anda butuh pemicu awal berupa karbohidrat yang merespons insulin. Sarapan sangat penting untuk menyebabkan hal ini," kata Karpe.

Sebuah uji coba kontrol acak yang diterbitkan tahun, melibatkan 18 orang dengan diabetes, dan 18 orang tanpa diabetes menemukan bahwa melewatkan sarapan bisa mengganggu ritme sirkadian pada kedua kelompok dan menyebabkan lonjakan kadar glukosa darah yang lebih besar setelah makan.

Sarapan, para peneliti menyimpulkan, sangat penting untuk menjaga jam tubuh kita tetap berjalan tepat waktu.

Peterson mengatakan mereka yang melewatkan sarapan dapat dibagi menjadi dua kelompok.

Pertama, mereka yang tidak sarapan dan makan malam pada waktu normal. Kelompok ini mendapatkan manfaat dari intermittent fasting, jika tidak sarapan.

Kedua, kelompok yang melewatkan sarapan dan makan malam terlambat.

"Bagi mereka yang makan malam lebih larut, risiko obesitas, diabetes, dan penyakit kardiovaskular melambung tinggi. Meskipun tampaknya sarapan adalah makanan yang paling penting dalam sehari, mungkin sebenarnya makan malam lebih penting," katanya.

"Kontrol gula darah kita paling baik di pagi hari. Ketika kita makan malam terlambat, di saat itulah kita paling rentan karena gula darah ada di kondisi yang terburuk. Masih perlu banyak penelitian, tapi saya yakin Anda tidak boleh melewatkan sarapan dan makan malam terlambat," imbuhnya.

Menurut Peterson, kita harus membayangkan ritme sirkadian sebagai sebuah orkestra.

"Ada dua bagian dari jam sirkadian kita. Ada jam utama di otak, yang kita anggap bagaikan seorang konduktor orkestra, dan sebagian lainnya ada di setiap organ, yang memiliki jamnya sendiri," katanya.

Baca juga: Benarkah Sarapan Waktu Makan Paling Penting?

'Orkestra' itu ditentukan oleh dua faktor luar: paparan cahaya terang dan jadwal makan kita.

"Jika Anda makan ketika sedang tidak mendapatkan paparan cahaya terang, jam yang mengontrol metabolisme berada di zona waktu yang berbeda, menciptakan sinyal yang saling bertentangan, apakah harus naik atau turun," ujarnya.

Ini seperti dua bagian orkestra yang memainkan lagu yang berbeda. Peterson menjelaskan, dan inilah sebabnya makan terlalu malam mengganggu kadar gula darah dan tekanan darah.

Para peneliti dari Universitas Surrey dan Universitas Aberdeen sudah setengah jalan dalam penelitian tentang mekanisme di balik pengaruh waktu makan terhadap berat badan.

Temuan awal menunjukkan bahwa sarapan yang lebih besar bermanfaat bagi kontrol berat badan.

Makanan Sehat

Sarapan diketahui memengaruhi lebih dari sekadar berat badan.

Kebiasaan melewatkan sarapan dikaitkan dengan peningkatan 27 persen risiko penyakit jantung, risiko 21 persen lebih tinggi diabetes tipe 2 pada pria, dan risiko diabetes tipe 2 20 persen lebih tinggi pada wanita.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com