Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Waktu Makan Paling Penting adalah Sarapan?

Kompas.com - 09/01/2019, 20:06 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Editor

KOMPAS.com - Banyak dari kita percaya bahwa melewatkan sarapan itu tidak baik. Bahkan, menurut sebuah survei di Jabodetabek, hanya dua dari sepuluh orang dewasa yang mengaku tidak terbiasa sarapan sama sekali.

Banyak orang menganggap sarapan adalah waktu makan paling penting. Salah satu petunjuknya ada pada namanya.

Dalam bahasa Inggris, sarapan adalah breakfast, yang terdiri dari kata break (mematahkan, mengakhiri) dan fast (puasa). Ini dapat diartikan sebagai makan pada pagi hari untuk mengakhiri puasa sepanjang malam.

"Tubuh menggunakan banyak energi untuk pertumbuhan dan perbaikan di malam hari," kata pakar diet Sarah Elder.

"Sarapan yang seimbang membantu menambah energi kita, juga protein dan kalsium yang dipakai semalam sebelumnya," imbuhnya.

Baca juga: Temuan Baru: Sarapan Bantu Turunkan Berat Badan

Tapi ada perdebatan apakah sarapan masih layak dianggap sebagai makanan yang paling penting. Seiring meningkatnya kepopuleran puasa untuk diet, juga ada kekhawatiran seputar kandungan gula pada sereal dan keterlibatan industri makanan dalam riset yang pro sarapan.

Bahkan seorang akademisi mengklaim bahwa sarapan itu "berbahaya".

Lalu, mana yang benar? Apakah sarapan memang penting untuk memulai hari atau hanya strategi marketing perusahaan sereal?

Berat Badan

Aspek yang paling banyak diteliti dari sarapan adalah kaitannya dengan obesitas. Para ilmuwan punya teori yang berbeda tentang hubungan antara keduanya.

Salah satunya studi di AS yang menganalisis data kesehatan 50.000 orang selama lebih dari tujuh tahun. Para peneliti menemukan, orang yang menjadikan sarapan sebagai makanan terbanyak dalam sehari cenderung memiliki Indeks Massa Tubuh lebih rendah dari mereka yang makan lebih banyak pada waktu siang atau malam.

Para peneliti berpendapat bahwa sarapan membantu meningkatkan rasa kenyang, mengurangi asupan kalori harian, meningkatkan kualitas pola makan kita. Itu karena sarapan biasanya mengandung banyak serat dan nutrisi, serta memperbaiki sensitivitas insulin pada aktivitas makan selanjutnya, yang bisa menjadi risiko diabetes.

Tapi dalam studi semacam ini, tidak jelas apakah sarapan itu sendiri yang menjadi penyebabnya ataukah orang yang terbiasa melewatkan sarapan memang sejak awal cenderung kelebihan berat badan.

Untuk mencari tahu, para ilmuwan merancang studi di mana 52 perempuan dengan berat badan berlebih ikut serta dalam program penurunan berat badan selama 12 pekan. Semuanya memakan jumlah kalori yang sama setiap hari, tapi sebagian sarapan, sebagian lagi tidak.

Baca juga: Sarapan Pizza Lebih Bergizi Dibanding Sereal

Mereka menemukan bahwa bukanlah sarapan itu sendiri yang menyebabkan berat badan turun; melainkan perubahan rutinitas.

Para perempuan yang sebelum studi mengaku terbiasa sarapan turun berat badan sebanyak 8,9 kg ketika mereka berhenti sarapan, sementara di kelompok sarapan penurunannya 6,2kg.

Sedangkan mereka yang biasanya melewatkan sarapan turun berat badan 7,7 kg ketika mereka mulai melakukannya dan 6kg ketika mereka terus melewatkannya.

Jika sarapan itu sendiri bukanlah jaminan penurunan berat badan, lalu kenapa ada kaitan antara obesitas dan kebiasaan melewatkan sarapan?

Ilustrasi sarapanVeranikaSmirnaya Ilustrasi sarapan

Alexandra Johnstone, profesor riset selera makan di Universitas Aberdeen, berpendapat itu karena orang yang suka melewatkan sarapan ternyata kurang berpengetahuan tentang nutrisi dan kesehatan.

"Ada banyak studi tentang hubungan antara sarapan dan kemungkinan dampak positifnya bagi kesehatan, tapi ini bisa jadi karena mereka yang suka sarapan memilih perilaku yang bermanfaat bagi kesehatan seperti olahraga rutin dan tidak merokok," ujarnya.

Pada 2016, telaah dari 10 studi yang meneliti hubungan antara sarapan dan pengaturan berat badan menyimpulkan bahwa "hanya ada sedikit bukti" yang mendukung ataupun menyangkal argumen bahwa sarapan memengaruhi berat badan atau asupan makanan.

Untuk itu, masih dibutuhkan lebih banyak bukti sebelum rekomendasi sarapan dapat digunakan dalam upaya pencegahan obesitas.

Makan atau Puasa?

Cara diet yang disebut intermittent fasting, yaitu puasa sepanjang malam sampai tengah hari berikutnya, belakangan semakin populer. Cara diet ini diminati kalangan yang berusaha menurunkan atau mempertahankan berat badan mereka demi meningkatkan kesehatan.

Baca juga: Sering Lewatkan Sarapan? Hati-hati, Pembuluh Darah Bisa Menyempit

Sebuah penelitian awal yang dipublikasikan pada 2018, misalnya, menemukan bahwa intermittent fasting meningkatkan kontrol gula darah dan sensitivitas insulin serta menurunkan tekanan darah.

Delapan laki-laki dengan kondisi pradiabetes disodorkan salah satu dari dua jadwal makan: memakan semua kalori mereka di antara jam 9.00 dan 15.00, atau memakan jumlah kalori yang sama dalam 12 jam.

Hasil bagi kelompok 9.00-15.00 setara dengan efek obat yang menurunkan tekanan darah, menurut Courtney Peterson, salah satu peneliti dalam studi tersebut sekaligus asisten profesor ilmu gizi di Universitas Alabama.

Namun demikian, skala penelitian ini kecil. Artinya, masih dibutuhkan lebih banyak riset tentang kemungkinan manfaat jangka panjangnya.

Jika melewatkan sarapan (dan makanan lain di luar rentang waktu yang terbatas) bisa baik bagi Anda, apakah itu berarti sarapan juga bisa menjadi buruk bagi Anda?

Seorang pakar berpendapat bahwa sarapan itu 'berbahaya'. Alasannya dalah makan di awal hari menyebabkan kortisol (hormon stres) memuncak lebih tinggi daripada jika makan lebih siang.

Ini menyebabkan tubuh menjadi resisten terhadap insulin seiring waktu dan bisa menyebabkan diabetes tipe 2.

Tapi Fredrik Karpe, profesor ilmu pengobatan metabolik di Oxford Centre for Diabetes, Endocrinology, and Metabolism tidak sependapat.

Bukannya karena sarapan, menurutnya, tingkat kortisol yang lebih tinggi di pagi hari hanyalah bagian dari ritme alami tubuh.

Baca juga: Risiko Penyakit akibat Malas Sarapan

"Tak hanya itu, tapi sarapan adalah kunci untuk memulai metabolisme kita, ujarnya.

"Supaya jaringan-jaringan lain bisa merespon asupan makanan dengan baik, Anda butuh pemicu awal berupa karbohidrat yang merespons insulin. Sarapan sangat penting untuk menyebabkan hal ini," kata Karpe.

Sebuah uji coba kontrol acak yang diterbitkan tahun, melibatkan 18 orang dengan diabetes, dan 18 orang tanpa diabetes menemukan bahwa melewatkan sarapan bisa mengganggu ritme sirkadian pada kedua kelompok dan menyebabkan lonjakan kadar glukosa darah yang lebih besar setelah makan.

Sarapan, para peneliti menyimpulkan, sangat penting untuk menjaga jam tubuh kita tetap berjalan tepat waktu.

Peterson mengatakan mereka yang melewatkan sarapan dapat dibagi menjadi dua kelompok.

Pertama, mereka yang tidak sarapan dan makan malam pada waktu normal. Kelompok ini mendapatkan manfaat dari intermittent fasting, jika tidak sarapan.

Kedua, kelompok yang melewatkan sarapan dan makan malam terlambat.

"Bagi mereka yang makan malam lebih larut, risiko obesitas, diabetes, dan penyakit kardiovaskular melambung tinggi. Meskipun tampaknya sarapan adalah makanan yang paling penting dalam sehari, mungkin sebenarnya makan malam lebih penting," katanya.

"Kontrol gula darah kita paling baik di pagi hari. Ketika kita makan malam terlambat, di saat itulah kita paling rentan karena gula darah ada di kondisi yang terburuk. Masih perlu banyak penelitian, tapi saya yakin Anda tidak boleh melewatkan sarapan dan makan malam terlambat," imbuhnya.

Menurut Peterson, kita harus membayangkan ritme sirkadian sebagai sebuah orkestra.

"Ada dua bagian dari jam sirkadian kita. Ada jam utama di otak, yang kita anggap bagaikan seorang konduktor orkestra, dan sebagian lainnya ada di setiap organ, yang memiliki jamnya sendiri," katanya.

Baca juga: Benarkah Sarapan Waktu Makan Paling Penting?

'Orkestra' itu ditentukan oleh dua faktor luar: paparan cahaya terang dan jadwal makan kita.

"Jika Anda makan ketika sedang tidak mendapatkan paparan cahaya terang, jam yang mengontrol metabolisme berada di zona waktu yang berbeda, menciptakan sinyal yang saling bertentangan, apakah harus naik atau turun," ujarnya.

Ilustrasi sarapan sehatFoxys_forest_manufacture Ilustrasi sarapan sehat

Ini seperti dua bagian orkestra yang memainkan lagu yang berbeda. Peterson menjelaskan, dan inilah sebabnya makan terlalu malam mengganggu kadar gula darah dan tekanan darah.

Para peneliti dari Universitas Surrey dan Universitas Aberdeen sudah setengah jalan dalam penelitian tentang mekanisme di balik pengaruh waktu makan terhadap berat badan.

Temuan awal menunjukkan bahwa sarapan yang lebih besar bermanfaat bagi kontrol berat badan.

Makanan Sehat

Sarapan diketahui memengaruhi lebih dari sekadar berat badan.

Kebiasaan melewatkan sarapan dikaitkan dengan peningkatan 27 persen risiko penyakit jantung, risiko 21 persen lebih tinggi diabetes tipe 2 pada pria, dan risiko diabetes tipe 2 20 persen lebih tinggi pada wanita.

Salah satu alasannya mungkin nilai gizi sarapan, sebagian karena sereal diperkaya dengan vitamin.

Dalam satu studi tentang kebiasaan sarapan 1.600 orang muda di Inggris, para peneliti menemukan bahwa asupan serat dan mikronutrien, termasuk folat, vitamin C, dan kalsium, lebih baik pada mereka yang sarapan secara teratur.

Hal serupa juga ditemukan di Australia, Brasil, Kanada, dan AS.

Baca juga: Sarapan Telur Sehatkan Otak?

Sarapan juga dikaitkan dengan peningkatan fungsi otak, termasuk konsentrasi dan bahasa.

Sebuah telaah terhadap 54 studi menemukan bahwa sarapan dapat meningkatkan daya ingat, meskipun efek pada fungsi otak lainnya belum bisa disimpulkan.

Namun, salah satu peneliti dalam studi telaah tersebut, Mary Beth Spitznagel, mengatakan ada bukti "cukup kuat" bahwa sarapan meningkatkan konsentrasi —hanya saja diperlukan lebih banyak penelitian.

"Ketika meninjau studi yang menguji konsentrasi, jumlah studi yang menunjukkan manfaat sarapan persis sama dengan jumlah yang tidak menemukan manfaat," katanya.

"Dan tidak ada penelitian yang menemukan bahwa sarapan buruk bagi konsentrasi," tegasnya.

Tapi yang paling penting, menurut sejumlah pakar, adalah apa yang kita makan untuk sarapan.

Sarapan kaya protein terbukti efektif dalam mengurangi hasrat untuk makan dan konsumsi di siang dan malam hari, menurut penelitian Australian Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation.

Sementara sereal masih menjadi favorit para konsumen sarapan di Inggris dan AS. Investigasi terbaru pada kandungan gula dalam sereal sarapan 'untuk dewasa' menemukan bahwa beberapa sereal mengandung lebih dari tiga perempat jumlah gula bebas yang disarankan di setiap porsinya.

Tetapi beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa jika kita akan makan makanan manis, lebih baik melakukannya lebih awal.

Satu studi menemukan bahwa perubahan kadar hormon nafsu makan, leptin, di dalam tubuh sepanjang hari bertepatan dengan ambang terendah untuk makanan manis di pagi hari.

Baca juga: Waspadai Kandungan Gula pada Menu Sarapan

Sementara itu, para ilmuwan dari Universitas Tel Aviv telah menemukan bahwa pengaturan rasa lapar lebih baik di pagi hari.

Mereka merekrut 200 orang dewasa yang kegemukan untuk ikut serta dalam program diet selama 16 minggu. Setengah dari responden menambahkan makanan penutup untuk sarapan mereka dan setengahnya lagi tidak.

Mereka yang menambahkan makanan penutup turun berat badan rata-rata 18kg lebih. Tapi, penelitian ini tidak dapat menunjukkan efek jangka panjang.

Sebuah telaah terhadap 54 studi menemukan bahwa belum ada konsensus tentang jenis sarapan apa yang lebih sehat. Telaah itu justru menyimpulkan bahwa jenis sarapan bukanlah masalahnya, yang penting Anda makan sesuatu.

Kesimpulan Sementara

Meskipun tidak ada bukti konklusif tentang apa yang harus kita makan dan kapan, para ilmuwan sepakat bahwa kita harus mendengarkan tubuh kita sendiri dan makan ketika lapar.

"Sarapan sangat penting bagi orang yang lapar ketika mereka baru bangun," kata Johnstone.

Sebagai contoh, penelitian menunjukkan bahwa mereka yang menderita pradiabetes dan diabetes mungkin menemukan bahwa konsentrasi mereka lebih baik setelah sarapan dengan makanan yang indeks glikemiknya rendah seperti bubur, yang dicerna lebih lambat dan menyebabkan peningkatan kadar gula darah secara bertahap.

Setiap tubuh memulai hari secara berbeda — dan perbedaan individu tersebut, terutama dalam hal fungsi glukosa, perlu diteliti lebih lanjut, kata Spitznagel.

Pada akhirnya, kuncinya adalah berhati-hati agar tidak terlalu menekankan pada satu waktu makan, tapi mengamati bagaimana kita makan sepanjang hari.

Baca juga: Ini Akibatnya jika Anak Tidak Sarapan Sebelum ke Sekolah

"Sarapan seimbang sangat membantu, tetapi makan teratur sepanjang hari lebih penting untuk menjaga gula darah stabil sepanjang hari, yang membantu mengendalikan berat badan dan tingkat kelaparan," kata Elder.

"Sarapan bukan satu-satunya waktu makan yang penting," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com