Lebih jauh, para waria kerap dilibatkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat, misalnya memberikan bantuan ke panti asuhan, mengikuti kegiatan senam Maumere yang memenangkan rekor MURI, dan gerak jalan.
Dalam lingkup kerohanian, para waria juga seringkali diajak untuk mengikuti kegiatan keagamaan dan diberikan kebebasan untuk beribadah di rumah ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing individu.
“Kita sering diajak ikut latihan pencak silat, sering diajak kegiatan keagamaan, tapi memang kitanya saja yang bandel, enggak pernah ikut,” jawab para waria.
Satu-satunya hal yang diharapkan oleh Ali dari warga warianya hanyalah inisiatif untuk melapor.
“Untuk waria yang baru datang, kadang suka susah wajib lapor. Mereka bergabung sama siapa? Jadi, kita juga bisa memantau. Karena kebanyakan dari mereka tidak punya KTP, tapi bisa dengan surat pernyataan dari Dukcapil. Jadi, saya hanya berharap mereka itu harus lapor aja,” jelas Ali.
Masih ada asa untuk waria
Menanggapi maraknya diskriminasi pada waria di wilayah lain, Ali berharap agar hal demikian dapat dihilangkan. Ia berpendapat bahwa harmonisasi antara waria dan masyarakat justru dapat bermanfaat bagi kedua belah pihak.
“Kita perlu menyesuaikan hak asasi manusia. Yang namanya di mana bumi dipijak ya harus menerima. Walaupun latar belakang mereka gimana-gimana, jangan memandang mereka berbeda, kan kita harus membimbing mereka. Tapi mereka juga harus jangan semau mereka. Itu saja,” jelas Ali.
Sepakat dengan Ali, baik Stella maupun Monica berkata bahwa masih ada asa bagi waria di wilayah lain untuk dapat bersatu dengan masyarakat.
“Tetap semangat menjalani hidup dengan apa adanya. Dan berperilakulah positif supaya masyarakat tidak mendiskriminasi kita,” pungkas Stella.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.