Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hidup Harmonis dengan Waria Tidak Mustahil, RT Ini Buktinya

KOMPAS.com – Eksklusi pada kaum waria masih menjadi permasalahan di banyak tempat.

Survei oleh Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) yang dirilis pada awal tahun ini, misalnya, mengungkapkan bahwa 88 persen responden yang tahu LGBT percaya bahwa LGBT itu mengancam. Lalu, 80 persen responden juga keberatan bila seseorang yang LGBT menjadi tetangga mereka.

Namun, hal ini rupanya tidak terjadi pada waria di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Para waria yang saat ini tinggal di komplek kos, RT 06/08, kecamatan Pahandut, Palangkaraya, dapat hidup bersama dengan masyarakat sekitar tanpa adanya tekanan.

Harmonisasi antara waria dan masyarakat di sini, menurut ketua RT setempat, Ali Apriadi, diawali pada awal tahun 2000-an ketika salah satu waria yang bernama Cucu membuka salon di daerah tersebut.

“Iya, dari salonnya mbak Cucu, terus ngumpul lagi sama teman-teman yang lain. Waria yang lain pindah juga atas kemauan mereka sendiri, tidak ada paksaan dari mana-mana buat tinggal di wilayah kami,” ujar Ali.

Salah satu waria yang kami temui, Monica, menuturkan, salon tersebut sering digunakan untuk tempat berkumpulnya para waria di sekitaran Palangkaraya.

“Habis itu kawan-kawan sering turun (ngumpul) karena tempatnya enak. Setelah nyaman di situ, satu-satu teman-teman waria nyewa kos-kosan di situ. Akhirnya jadi seperti sekarang. Tapi teman-teman mulai aktif pindah itu sekitar tahun 2015 atau sebelumnya, aku lupa,” jelas Monica.

Stella, salah seorang waria yang juga kami temui pada kesempatan yang sama juga mengatakan bahwa secara keseluruhan, memang Kalimantan Tengah khususnya Palangkaraya tempat yang paling nyaman bagi waria ketimbang wilayah lain di luar Kalteng.

“Paling nyaman memang Kalimantan Tengah. Di tempat lain agak keras, kadang kalau ada razia, teman waria di tempat lain suka menerima kekerasan fisik. Di sini enggak ada kesulitan, masyarakat sini juga terima saja,” ujar Stella saat diwawancarai pada Selasa (13/11/2018) di Palangkaraya.

Hampir sebagian besar waria di wilayah ini bekerja sebagai pegawai salon. Namun, memang masih ada sebagian kecil yang bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK) untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.

Bagaimana mereka dapat diterima oleh warga sekitar?

Stella menjelaskan, para waria dapat hidup bermasyarakat di sini karena mereka menunjukkan sikap baik dengan warga sekitar, meskipun pada dasarnya warga Kalimantan Tengah juga tidak pernah mempermasalahkan kehadiran mereka.

“Waria di sini baik-baik, enggak ada yang jadi pencuri, enggak ada yang jadi begal. Jadi, tidak didiskriminasi. Waria di sini juga sopan-sopan,” jelasnya.

Hal serupa pun disepakati oleh Ali yang menuturkan bahwa para waria yang tinggal di sana tidak pernah mengganggu warga sekitar. Lebih dari itu, masyarakat bisa mendapatkan manfaat dari para waria, seperti diajari memasak dan layanan potong rambut gratis.

Stella mengatakan, misalkan kalau ada yang butuh waria, tapi cuma punya uang sekian (untuk) anaknya mau nikahan ya aku bisa bantu. Untuk kemasyarakatan juga kita sering dilibatkan di sini. Waria yang baik itu bisa bermasyarakat, masyarakat juga pasti bisa memberikan timbal baliknya.

Lebih jauh, para waria kerap dilibatkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat, misalnya memberikan bantuan ke panti asuhan, mengikuti kegiatan senam Maumere yang memenangkan rekor MURI, dan gerak jalan.

Dalam lingkup kerohanian, para waria juga seringkali diajak untuk mengikuti kegiatan keagamaan dan diberikan kebebasan untuk beribadah di rumah ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing individu.

“Kita sering diajak ikut latihan pencak silat, sering diajak kegiatan keagamaan, tapi memang kitanya saja yang bandel, enggak pernah ikut,” jawab para waria.

Satu-satunya hal yang diharapkan oleh Ali dari warga warianya hanyalah inisiatif untuk melapor.

“Untuk waria yang baru datang, kadang suka susah wajib lapor. Mereka bergabung sama siapa? Jadi, kita juga bisa memantau. Karena kebanyakan dari mereka tidak punya KTP, tapi bisa dengan surat pernyataan dari Dukcapil. Jadi, saya hanya berharap mereka itu harus lapor aja,” jelas Ali.

Masih ada asa untuk waria

Menanggapi maraknya diskriminasi pada waria di wilayah lain, Ali berharap agar hal demikian dapat dihilangkan. Ia berpendapat bahwa harmonisasi antara waria dan masyarakat justru dapat bermanfaat bagi kedua belah pihak.

“Kita perlu menyesuaikan hak asasi manusia. Yang namanya di mana bumi dipijak ya harus menerima. Walaupun latar belakang mereka gimana-gimana, jangan memandang mereka berbeda, kan kita harus membimbing mereka. Tapi mereka juga harus jangan semau mereka. Itu saja,” jelas Ali.  

Sepakat dengan Ali, baik Stella maupun Monica berkata bahwa masih ada asa bagi waria di wilayah lain untuk dapat bersatu dengan masyarakat.

“Tetap semangat menjalani hidup dengan apa adanya. Dan berperilakulah positif supaya masyarakat tidak mendiskriminasi kita,” pungkas Stella.

https://sains.kompas.com/read/2018/11/19/190700823/hidup-harmonis-dengan-waria-tidak-mustahil-rt-ini-buktinya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke